Pemilik Panti Asuhan di Surabaya Ditetapkan Tersangka Pencabulan Anak
Polisi menetapkan pemilik panti asuhan di Surabaya sebagai tersangka pencabulan terhadap anak asuhnya, setelah melakukan penyelidikan atas laporan polisi terkait kekerasan seksual yang terjadi sejak Januari 2022 hingga Januari 2025.
![Pemilik Panti Asuhan di Surabaya Ditetapkan Tersangka Pencabulan Anak](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/140050.664-pemilik-panti-asuhan-di-surabaya-ditetapkan-tersangka-pencabulan-anak-1.jpg)
Polisi di Surabaya menetapkan NK (61), pemilik sebuah panti asuhan, sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap anak asuhnya. Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan polisi nomor 165 tertanggal 30 Januari 2025, yang diajukan oleh seorang pelapor yang didampingi tim dari Unair. Kejadian berlangsung di Surabaya antara Januari 2022 hingga 25 Januari 2025.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi Farman, menjelaskan bahwa NK melakukan persetubuhan dan pencabulan, serta kekerasan fisik terhadap korban. Modus operandinya memanfaatkan posisinya sebagai pemilik panti asuhan yang sebelumnya bernama Panti Asuhan BK.
Awalnya, panti asuhan dikelola bersama istri NK. Namun, pada 14 Februari 2022, istrinya mengajukan cerai karena sering mengalami kekerasan verbal dan psikis. Setelah sang istri pergi, NK memulai aksinya dengan tidur sekamar dengan anak asuh perempuan dan melakukan pencabulan. Perbuatan ini terjadi berulang kali sejak Januari 2022 hingga Januari 2025.
Awalnya, panti tersebut menampung lima anak. Namun, setelah kejadian, tiga anak meninggalkan panti. Saat penangkapan, hanya dua anak yang masih berada di panti dan kini telah ditempatkan di shelter. Polisi mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk fotokopi KK dan akta kelahiran korban, serta beberapa barang milik korban.
NK dijerat dengan Pasal 81 juncto Pasal 76 D dan/atau Pasal 82 juncto Pasal 76 E UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 6 huruf b UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukumannya bervariasi, mulai dari 5 hingga 15 tahun penjara untuk perlindungan anak, dan 12 tahun untuk kekerasan seksual.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan terhadap panti asuhan dan perlindungan maksimal bagi anak-anak yang rentan terhadap kekerasan seksual. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak.