Pengangguran di Indonesia: Tantangan Otomatisasi dan Fleksibilitas Tenaga Kerja
Kemnaker mengungkap dua tantangan utama pengangguran di Indonesia: otomatisasi industri dan rendahnya fleksibilitas pencari kerja, terutama generasi Z.

Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) baru-baru ini mengidentifikasi dua tantangan utama dalam mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Tantangan tersebut adalah pergeseran industri yang semakin mengandalkan otomatisasi dan mesin, serta kurangnya fleksibilitas atau agility dari pencari kerja dalam menghadapi perubahan pasar kerja. Permasalahan ini diungkap dalam sebuah bursa kerja di Jakarta, yang dihadiri oleh perwakilan Kemnaker dan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Ketenagakerjaan Kemnaker, Aris Wahyudi, menjelaskan bahwa investasi padat modal dengan teknologi tinggi (high-tech) kini lebih dominan. Hal ini berdampak pada penurunan jumlah lapangan kerja yang tercipta. Aris mencontohkan, sepuluh tahun lalu, investasi Rp1 triliun mampu menciptakan 4.500 lapangan kerja, namun angka tersebut kini turun drastis menjadi hanya 1.200 lapangan kerja pada tahun 2024. Situasi ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pertumbuhan investasi dan penyerapan tenaga kerja.
Selain masalah otomatisasi, Kemnaker juga menyoroti rendahnya agility pencari kerja. Aris menekankan pentingnya peningkatan skill dan soft skill bagi para pencari kerja, terutama generasi muda. "Entah itu up-skilling, entah itu re-skilling, entah itu apapun namanya. Untuk bukan hanya sekedar teknikal, tapi juga sekaligus soft skill-nya. Untuk gigih, untuk one-tech, untuk tahan banting dan lain sebagainya," ujar Aris.
Otomatisasi Industri: Ancaman bagi Lapangan Kerja
Pergeseran menuju industri yang semakin otomatis telah mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manusia. Mesin dan teknologi canggih mampu menggantikan peran pekerja di berbagai sektor, sehingga mengurangi jumlah lapangan kerja yang tersedia. Hal ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru yang mampu menyerap tenaga kerja yang terdampak otomatisasi.
Kemnaker menyadari bahwa perubahan teknologi ini tak terhindarkan. Oleh karena itu, upaya adaptasi dan peningkatan keterampilan menjadi sangat penting. Pemerintah perlu mendorong pelatihan dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri masa kini dan masa depan, sehingga para pencari kerja dapat bersaing di pasar kerja yang kompetitif.
Salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan adalah mendorong investasi di sektor-sektor yang lebih padat karya. Pemerintah dapat memberikan insentif dan dukungan kepada perusahaan yang bersedia menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, serta memberikan pelatihan kepada para pekerja agar mampu mengoperasikan teknologi baru.
Fleksibilitas Tenaga Kerja: Tantangan Generasi Z
Selain otomatisasi, rendahnya fleksibilitas atau agility pencari kerja juga menjadi tantangan. Aris Wahyudi menjelaskan bahwa generasi Z, yang merupakan mayoritas pencari kerja saat ini, memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam hal pelatihan dan pengembangan keterampilan.
Kemnaker menyadari bahwa tidak dapat sepenuhnya menyalahkan generasi Z atas rendahnya fleksibilitas mereka. Pemerintah perlu menyesuaikan strategi dan program pelatihan agar lebih sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan generasi Z. Hal ini mencakup penyediaan pelatihan yang lebih praktis, inovatif, dan relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Penting untuk dipahami bahwa fleksibilitas di sini bukan hanya tentang kemampuan untuk berpindah pekerjaan, tetapi juga kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan tuntutan pasar kerja. Generasi Z perlu dibekali dengan kemampuan untuk terus belajar, mengembangkan keterampilan baru, dan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan.
Angka Pengangguran di Jakarta dan Upaya Penyerapan Tenaga Kerja
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Nakertransgi) Provinsi DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengungkapkan bahwa angka pengangguran di Jakarta mencapai 338.000 orang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, angka tersebut masih perlu diverifikasi lebih lanjut dengan data dari Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Sebagai upaya untuk mengurangi angka pengangguran, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar bursa kerja yang melibatkan 40 perusahaan dan menawarkan sekitar 1.945 lowongan kerja. Pihaknya berharap setidaknya 50 persen dari para pencari kerja yang hadir dapat terserap di bursa kerja tersebut.
Pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah pengangguran ini. Selain menyediakan pelatihan dan pengembangan keterampilan, perlu juga dilakukan upaya untuk menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui investasi di sektor padat karya maupun melalui inovasi dan kewirausahaan.
Kesimpulannya, tantangan pengangguran di Indonesia kompleks dan membutuhkan solusi terintegrasi. Pemerintah perlu fokus pada peningkatan keterampilan tenaga kerja, mendorong investasi di sektor padat karya, dan meningkatkan fleksibilitas pencari kerja agar mampu beradaptasi dengan perubahan pasar kerja yang dinamis.