Menaker Soroti Tiga Tantangan Pengantar Kerja di Era Digital
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyoroti tiga tantangan utama pengantar kerja: pekerja terdampak PHK, penyandang disabilitas, dan generasi Z, serta menekankan pentingnya pelatihan dan adaptasi.

Jakarta, 14 Februari 2024 - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli baru-baru ini menyoroti tiga tantangan besar yang dihadapi para pengantar kerja dalam membantu pencari kerja memasuki dunia industri. Ketiga tantangan tersebut adalah: penanganan pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), peningkatan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, dan adaptasi terhadap karakteristik generasi Z di pasar kerja.
Permasalahan Pekerja Terdampak PHK
Salah satu tantangan terbesar adalah lonjakan angka PHK yang terjadi belakangan ini. Menaker menekankan pentingnya program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai solusi. JKP menyediakan akses pelatihan skilling, upskilling, dan reskilling untuk membantu para pekerja yang terkena PHK mendapatkan keterampilan baru dan meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja. "Bagi mereka yang terkena PHK, JKP hadir sebagai solusi agar mereka bisa mendapatkan keterampilan baru dan kembali bekerja," ujar Menaker.
Program ini dirancang untuk memberikan dukungan finansial dan pelatihan bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan, sehingga mereka dapat dengan cepat kembali produktif dan menemukan pekerjaan baru yang sesuai dengan keahlian mereka. Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas dan jangkauan program JKP agar lebih efektif dalam membantu para pekerja terdampak PHK.
Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas
Tantangan kedua yang disoroti Menaker adalah peningkatan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah membentuk Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Disabilitas dan Khusus di bawah Ditjen Binapenta dan PKK untuk memperkuat akses kerja bagi kelompok ini. Regulasi yang mewajibkan perusahaan mempekerjakan satu persen tenaga kerja disabilitas perlu dijalankan dengan serius.
Kemnaker berkomitmen untuk menyelenggarakan berbagai pelatihan agar penyandang disabilitas memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan memberikan kesempatan yang setara bagi penyandang disabilitas untuk berkontribusi di dunia kerja. Pemerintah juga mendorong perusahaan swasta untuk berperan aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang ramah dan mendukung bagi penyandang disabilitas.
Generasi Z dan Dunia Kerja
Tantangan ketiga adalah memahami dan mengakomodasi karakteristik serta ekspektasi generasi Z di dunia kerja. Generasi Z memiliki karakteristik dan harapan yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya, sehingga dibutuhkan strategi khusus agar mereka dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan kerja yang dinamis dan terus berkembang.
Perlu dipahami bahwa generasi Z cenderung lebih mementingkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, serta mencari pekerjaan yang sesuai dengan nilai-nilai dan minat mereka. Pengantar kerja perlu memahami hal ini dan membantu generasi Z menemukan pekerjaan yang tepat dan sesuai dengan ekspektasi mereka. Selain itu, peningkatan soft skill juga menjadi perhatian utama agar mereka dapat bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif di lingkungan kerja modern.
Pentingnya Peran Pengantar Kerja
Menaker menekankan peran penting pengantar kerja dalam memastikan kecocokan antara pencari kerja dan kebutuhan industri, baik dari sisi kompetensi teknis maupun soft skill. Untuk itu, Kemnaker secara aktif menyelenggarakan community of practice (CoP) sebagai wadah pertukaran praktik terbaik dan penguatan kompetensi pengantar kerja. Kegiatan CoP Pengantar Kerja Tahun 2025 diikuti oleh 100 peserta secara langsung dan 1.000 peserta daring.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengantar kerja dalam memahami kebutuhan pasar kerja, memberikan arahan karir yang tepat, dan membantu pencari kerja menemukan pekerjaan yang sesuai. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia.
Kesimpulan
Ketiga tantangan ini membutuhkan solusi terintegrasi dan kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pelatihan. Dengan meningkatkan kualitas program JKP, menciptakan lapangan kerja yang inklusif bagi penyandang disabilitas, dan memahami karakteristik generasi Z, diharapkan Indonesia dapat menciptakan pasar kerja yang lebih adil, produktif, dan mampu menghadapi tantangan global.