Penghapusan Ambang Batas Parlemen: Potensi Masalah Baru di Depan Mata
Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, memperingatkan potensi masalah baru akibat penghapusan ambang batas parlemen, termasuk munculnya banyak fraksi kecil dan kesulitan pengambilan keputusan, mengingat Mahkamah Konstitusi (MK) telah meminta revisi
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti potensi masalah yang ditimbulkan jika ambang batas parlemen dihapus. Pernyataan ini disampaikannya dalam sebuah diskusi di Jakarta Jumat (17/1) lalu. Menurut beliau, menghilangkan ambang batas parlemen atau bahkan menurunkannya akan berdampak pada menjamurnya partai politik kecil di parlemen, mirip situasi di masa lalu.
Cucun menjelaskan, keberadaan fraksi-fraksi kecil dapat menghambat proses pengambilan keputusan di DPR RI karena sulitnya mencapai konsensus. Hal ini menjadi salah satu alasan perlunya kajian mendalam terkait rencana penghapusan tersebut. DPR berencana menggelar public hearing untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan pengamat politik, sebelum mengambil keputusan.
Lebih lanjut, Cucun juga menambahkan bahwa DPR akan melakukan serap aspirasi langsung ke masyarakat untuk mencari tahu sistem pemilu dan perpolitikan terbaik yang sesuai harapan rakyat. Proses ini akan dilakukan setelah masa sidang baru dimulai, sejalan dengan penyesuaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan prediksi bahwa MK berpeluang membatalkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar empat persen. Pernyataan tersebut disampaikan Yusril di Denpasar, Bali pada Senin (13/1). Ia berpendapat, setelah membatalkan ambang batas presiden (presidential threshold), MK kemungkinan besar akan mengambil langkah serupa terhadap ambang batas parlemen yang selama ini banyak diperdebatkan partai politik.
Perlu diingat, putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 pada 29 Februari 2024, menyarankan pembentuk undang-undang untuk merevisi aturan ambang batas parlemen dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih rasional. Hal ini menjadi latar belakang munculnya perdebatan dan kekhawatiran akan munculnya masalah baru jika ambang batas parlemen dihapus sepenuhnya.
Kesimpulannya, penghapusan ambang batas parlemen menyimpan potensi masalah, terutama terkait munculnya fraksi-fraksi kecil dan kesulitan pengambilan keputusan di DPR. Oleh karena itu, diperlukan kajian komprehensif dan dengar pendapat publik sebelum mengambil keputusan final. DPR sendiri berkomitmen untuk menyerap aspirasi masyarakat dalam menentukan sistem pemilu dan perpolitikan yang ideal.
Proses revisi UU Pemilu dan keputusan MK ini menjadi sorotan penting bagi perkembangan politik Indonesia. Langkah-langkah selanjutnya yang diambil oleh DPR akan sangat menentukan stabilitas dan efektivitas pemerintahan ke depan.