Perempuan: Benteng Terkuat Cegah Radikalisme pada Anak di Sulteng
FKPT Sulteng tekankan peran krusial perempuan dalam mencegah radikalisme pada anak melalui pendidikan karakter, literasi digital, dan ketahanan psikologis keluarga.

Palu, 2 Mei 2025 - Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyoroti peran penting perempuan, khususnya ibu, dalam mencegah penyebaran paham radikalisme di kalangan anak. Hal ini disampaikan seiring dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025. Kepala Bidang Perempuan dan Anak FKPT Sulteng, Nurhayati, menekankan bahwa upaya pencegahan radikalisme harus dimulai dari keluarga, dengan perempuan sebagai pilar utama.
Nurhayati menjelaskan bahwa sejak dini, ibu dapat menanamkan nilai-nilai toleransi, kasih sayang, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan pada anak-anak mereka. Peran ini krusial karena perempuan memiliki posisi strategis dalam keluarga sebagai pendidik pertama dan figur sentral dalam membentuk karakter anak. Ia menambahkan bahwa pendidikan karakter yang kuat di rumah menjadi benteng utama melawan pengaruh negatif dari paham radikalisme.
Lebih lanjut, Nurhayati juga menggarisbawahi pentingnya literasi dan kemampuan berpikir kritis sejak usia dini. Perempuan, menurutnya, memiliki peran dalam mendorong anak-anak untuk gemar membaca dan mampu menyaring informasi yang mereka terima, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh narasi-narasi radikal yang beredar di media sosial. "Dengan kemampuan berpikir kritis," kata Nurhayati, "anak-anak tidak hanya menerima informasi mentah, tetapi mampu menelaah berbagai sudut pandang. Ini sangat penting dalam membentengi mereka dari ideologi ekstrem."
Peran Strategis Perempuan dalam Pencegahan Radikalisme
Peran perempuan dalam mencegah radikalisme tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga. Mereka juga berperan penting dalam masyarakat sebagai penggerak kegiatan-kegiatan positif dan inklusif yang melibatkan anak-anak. Kegiatan-kegiatan ini dapat memperkuat kebersamaan dan memberikan alternatif positif yang mencegah anak-anak terjerumus ke dalam aktivitas negatif yang berpotensi menjadi celah radikalisasi.
Kemampuan mediasi perempuan juga menjadi aset berharga. Sebagai agen perdamaian, perempuan seringkali memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Hal ini membantu memelihara suasana damai dan mencegah polarisasi sosial yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok radikal. Dengan demikian, perempuan berperan aktif menjaga keharmonisan sosial dan mencegah munculnya konflik yang dapat memicu radikalisme.
Lebih jauh, Nurhayati menjelaskan bahwa perempuan yang memahami bahaya radikalisme dapat memberdayakan perempuan lain melalui edukasi dan diskusi. Semakin banyak perempuan yang sadar akan bahaya radikalisme, semakin kuat pula perlindungan terhadap anak-anak dari pengaruh paham tersebut. Hal ini menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan sebagai bagian integral dari strategi pencegahan radikalisme.
Literasi Digital dan Peran Perempuan di Era Modern
Di era digital saat ini, perempuan juga memiliki peran penting dalam mendampingi anak-anak saat mengakses internet. Mereka perlu mengajari anak-anak cara memverifikasi informasi dan mengedukasi mereka tentang bahaya konten radikal dan teroris yang beredar di dunia maya. Perempuan juga bisa menjadi agen penyebar konten-konten positif di media sosial sebagai bentuk kontra-narasi terhadap propaganda kelompok radikal.
FKPT Sulteng mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga keluarga dan lingkungan sosial. Kolaborasi antara ketiga elemen ini sangat penting untuk menciptakan generasi penerus yang cerdas, tangguh, dan tidak mudah terpengaruh paham radikal. Upaya preventif yang dilakukan FKPT Sulteng meliputi seminar atau webinar dengan menghadirkan pakar pendidikan, psikolog, dan tokoh perempuan untuk membahas strategi pencegahan radikalisme di tingkat keluarga.
Pelatihan bagi ibu-ibu mengenai deteksi dini, komunikasi efektif dengan anak, dan cara menanamkan nilai kebangsaan dan toleransi sejak dini juga menjadi fokus perhatian. Kampanye media sosial yang menampilkan kisah inspiratif perempuan dalam melindungi anak dari pengaruh negatif juga menjadi bagian dari strategi yang dijalankan. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan komunitas sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi tumbuh kembang anak.
Nurhayati menegaskan pentingnya sinergi antara pendidikan karakter di rumah dan pendidikan formal. Dengan sinergi yang baik, diharapkan dapat tercipta generasi muda yang memiliki daya tahan terhadap ideologi kekerasan dan paham-paham radikalisme. Perempuan, sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, memiliki peran kunci dalam membentuk karakter dan ketahanan mental anak-anak terhadap pengaruh negatif.