Pertumbuhan Ekonomi APEC Anjlok, Tekanan Perdagangan Global Jadi Biang Keladi
Laporan APEC memprediksi pertumbuhan ekonomi kawasan akan melambat tajam menjadi 2,6 persen pada tahun ini karena meningkatnya ketegangan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan.

Laporan terbaru Unit Dukungan Kebijakan APEC (APEC Policy Support Unit) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik (APEC) akan melambat drastis menjadi 2,6 persen pada tahun ini. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ketegangan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan yang menekan investasi dan perdagangan. Laporan tersebut dirilis menjelang Pertemuan Menteri yang Bertanggung Jawab atas Perdagangan di Jeju, Korea Selatan, Kamis lalu.
Meskipun tantangan masih ada, laporan tersebut menyoroti peluang bagi negara-negara anggota untuk memperkuat kerja sama dan membangun ketahanan melalui reformasi struktural dan perdagangan terbuka. Pertumbuhan ekonomi di kawasan APEC diproyeksikan moderat menjadi 2,6 dan 2,7 persen pada tahun 2025 dan 2026, penurunan tajam dari pertumbuhan 3,6 persen pada tahun 2024.
Direktur Unit Dukungan Kebijakan APEC, Carlos Kuriyama, menyatakan, "Dari kenaikan tarif dan tindakan pembalasan hingga penangguhan prosedur fasilitasi perdagangan dan proliferasi hambatan non-tarif, kita menyaksikan lingkungan yang tidak kondusif untuk perdagangan." Ia menambahkan, "Ketidakpastian ini merugikan kepercayaan bisnis dan menyebabkan banyak perusahaan menunda investasi dan peluncuran produk baru hingga situasi menjadi lebih dapat diprediksi."
Penurunan Aktivitas Ekonomi dan Perdagangan
Laporan tersebut menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi dan perdagangan di 21 negara anggota APEC telah melambat secara signifikan. Volume ekspor APEC diproyeksikan tumbuh hanya 0,4 persen pada tahun 2025, sementara volume impor diperkirakan meningkat sebesar 0,1 persen. Ini menandai penurunan tajam dari tahun 2024, ketika volume ekspor dan impor masing-masing meningkat sebesar 5,7 persen dan 4,3 persen.
Kuriyama menekankan bahwa meningkatnya langkah-langkah proteksionis dan praktik perdagangan yang tidak adil—seperti peningkatan subsidi—telah menciptakan lingkungan di mana perusahaan menangguhkan keputusan dan menahan diri dari aktivitas lintas batas. "Yang sangat kami khawatirkan adalah bahwa semua ketidakpastian ini dapat memengaruhi lapangan kerja," katanya.
Laporan ini juga mencatat bahwa pasar keuangan telah bereaksi terhadap ketidakpastian tersebut. Indeks volatilitas global melonjak menjadi 52 poin pada April tahun ini, lebih dari tiga kali lipat rata-rata 2023–2024. Sementara itu, harga emas melonjak menjadi US$3.200 per troy ounce pada awal Mei karena investor beralih ke aset safe-haven.
Tantangan Struktural dan Utang Pemerintah
Analis dari Unit Dukungan Kebijakan APEC, Rhea C. Hernando, mengatakan, "Gambaran ekonomi global sangat rapuh." Utang pemerintah umum di seluruh APEC diproyeksikan mencapai 110 persen dari produk domestik bruto (PDB) hingga tahun 2030. Hernando menambahkan, "Pada saat yang sama, kita menghadapi pergeseran demografis jangka panjang, termasuk menyusutnya angkatan kerja dan menua penduduk. Stres fiskal dan struktural itu nyata."
Laporan tersebut juga menyoroti meningkatnya gelombang langkah-langkah non-tarif yang diskriminatif, khususnya langkah-langkah subsidi, yang mendistorsi perdagangan. Glacer Vasquez, salah satu penulis laporan, mengatakan, "Kebijakan perdagangan yang terfragmentasi dan reaksioner menjadi norma. Sementara beberapa ekonomi mengejar reformasi yang memfasilitasi perdagangan, hal ini seringkali diimbangi oleh langkah-langkah proteksionis yang berorientasi ke dalam. Perbedaan ini menghambat kohesi regional."
Pentingnya Kerja Sama dan Stabilitas
Terlepas dari tantangan tersebut, laporan tersebut menekankan bahwa saat ini merupakan peluang penting bagi negara-negara ekonomi untuk bekerja sama. Kuriyama mendesak negara-negara ekonomi APEC untuk kembali berkomitmen pada kerja sama dan stabilitas. Ia mencatat bahwa mengembalikan kepercayaan pada perdagangan tidak hanya membutuhkan meredakan ketegangan, tetapi juga perluasan ke pasar baru, peningkatan ketahanan rantai pasokan, dan peningkatan transparansi dalam aturan dan prosedur perdagangan.
Ia menambahkan, "Ini bukan saatnya untuk mundur di balik perbatasan. Ini adalah saatnya untuk menggandakan kerja sama. Melalui aksi kolektif, negara-negara ekonomi APEC dapat mengatasi ketidakpastian dan meletakkan dasar bagi masa depan yang lebih tangguh dan makmur."