Ketidakpastian Ekonomi Global Meningkat Akibat Tarif AS, BI Perkuat Koordinasi Kebijakan
Kebijakan tarif resiprokal AS memicu ketidakpastian ekonomi global, pertumbuhan ekonomi dunia turun, dan BI memperkuat koordinasi kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengumumkan peningkatan ketidakpastian ekonomi global yang signifikan. Hal ini didorong oleh kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada awal April 2025. Kebijakan ini, beserta langkah retaliasi dari Tiongkok dan potensi negara lain, telah meningkatkan fragmentasi ekonomi global dan menurunkan volume perdagangan dunia. Dampaknya terasa luas dan signifikan bagi perekonomian global.
Konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan April 2025 di Jakarta, Rabu lalu, menjadi wadah pengumuman resmi mengenai penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. Angka pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 direvisi dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Penurunan ini terutama disebabkan oleh dampak langsung dari kebijakan tarif AS.
Penurunan pertumbuhan ekonomi terbesar terjadi di AS dan Tiongkok, sebagai dua negara yang paling terdampak oleh perang tarif. Negara-negara maju dan berkembang lainnya juga mengalami perlambatan ekonomi, baik secara langsung karena penurunan ekspor ke AS maupun secara tidak langsung akibat penurunan volume perdagangan global. Situasi ini menuntut respon cepat dan terkoordinasi dari berbagai pihak.
Dampak Perang Tarif terhadap Ekonomi Global
Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok telah memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Hal ini mendorong perilaku risk aversion di kalangan pemilik modal. Akibatnya, imbal hasil (yield) U.S. Treasury menurun, dan indeks mata uang dolar AS (DXY) melemah. Ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) di tahun ini dan tahun depan turut berkontribusi pada pelemahan dolar AS.
Aliran modal global bergeser dari Amerika Serikat menuju aset dan negara yang dianggap aman (safe haven asset and safe haven countries), terutama aset keuangan di Eropa dan Jepang, serta komoditi emas. Sementara itu, negara-negara berkembang menghadapi tekanan akibat aliran keluar modal yang berkelanjutan, yang berdampak pada pelemahan mata uang mereka.
Situasi ini semakin memperumit tantangan bagi perekonomian global. Tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang melambat, tetapi juga stabilitas pasar keuangan yang terancam. Perlu strategi yang tepat untuk mengatasi dampak negatif dari perang tarif ini.
Respon BI terhadap Ketidakpastian Ekonomi Global
Menanggapi memburuknya kondisi ekonomi global, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menekankan perlunya penguatan respon dan koordinasi kebijakan. Langkah ini bertujuan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Koordinasi yang kuat antar lembaga dan negara menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.
BI akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan menyesuaikan kebijakan moneter sesuai kebutuhan. Prioritas utama adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi. Selain itu, BI juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai program dan insentif.
Langkah-langkah konkret yang akan diambil BI masih perlu dikaji lebih lanjut. Namun, koordinasi yang erat dengan pemerintah dan lembaga terkait menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global ini. Transparansi dan komunikasi yang efektif juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan pasar.
Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan strategi yang komprehensif dan kolaboratif. Kerja sama antar negara dan lembaga internasional sangat penting untuk meredakan ketegangan perdagangan dan menciptakan lingkungan ekonomi global yang lebih stabil dan prediktif.
Kesimpulan
Peningkatan ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan tarif AS merupakan tantangan serius bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Bank Indonesia berkomitmen untuk memperkuat koordinasi kebijakan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemantauan ketat terhadap perkembangan ekonomi global dan respon yang adaptif menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi situasi ini.