BI Turunkan Proyeksi Ekonomi Global 2025 Jadi 2,9 Persen Akibat Kebijakan Tarif Trump
Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 2,9 persen dari sebelumnya 3,2 persen, merespon kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump yang berdampak pada ekonomi AS dan Tiongkok.

Bank Indonesia (BI) baru-baru ini mengumumkan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025. Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan April 2025 di Jakarta, Deputi Gubernur BI, Aida S Budiman, menyatakan bahwa proyeksi tersebut direvisi dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Penurunan ini terutama didorong oleh dinamika kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global ini berdampak signifikan pada proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara kunci. Proyeksi pertumbuhan ekonomi AS diturunkan dari 2,3 persen menjadi 2 persen, sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok direvisi dari 4,6 persen menjadi 4 persen. Perbedaan angka proyeksi BI dengan lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF), yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,8 persen, disebabkan oleh perbedaan asumsi yang digunakan dalam perhitungan.
BI menggunakan asumsi tarif AS yang diumumkan pada 9 April 2025, di mana pengenaan tarif tinggi pada berbagai mitra dagang AS ditunda selama 90 hari. Sebaliknya, IMF menggunakan asumsi tarif AS yang tinggi yang diumumkan pada 2 April 2025. Deputi Gubernur Aida S Budiman menekankan pentingnya kehati-hatian dalam membaca dinamika tarif AS yang sangat fluktuatif dan cepat berubah. "Untuk membaca tarif, kita harus hati-hati karena dinamikanya sangat fluid, sangat cepat," kata Aida.
Dampak Kebijakan Tarif Trump terhadap Ekonomi Global
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa kebijakan tarif resiprokal AS berdampak signifikan, baik melalui jalur perdagangan (trade channel) maupun jalur pasar keuangan (financial channel). Dari sisi perdagangan, pengenaan tarif tersebut berdampak langsung pada ekspor Indonesia ke AS dan pertumbuhan ekonomi AS itu sendiri, karena permintaan ekspor ke negara tersebut diperkirakan akan menurun.
Tidak hanya itu, dampak tidak langsung juga terlihat pada penurunan potensi ekspor Indonesia ke Tiongkok, mengingat pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga diperkirakan akan melambat. Dampak ini juga berpotensi meluas ke negara-negara lain seperti India. "Tapi tidak hanya Tiongkok, juga negara-negara lain. Apakah India maupun negara-negara lain yang kemudian akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Lebih lanjut, Perry Warjiyo menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS tidak hanya diproyeksikan melambat tahun ini, tetapi pelaku pasar juga memperkirakan adanya potensi resesi di AS dengan probabilitas sekitar 60 persen. Selain itu, inflasi AS juga diperkirakan akan meningkat. Situasi ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi global.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Menimbang dinamika ekonomi global tersebut, BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5 persen. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2025 masih menunjukkan kinerja yang baik, BI tetap waspada dan akan terus mengantisipasi berbagai dinamika yang ada.
Gubernur Perry Warjiyo menegaskan komitmen BI untuk terus memperkuat dan menyempurnakan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial guna menghadapi tantangan tersebut. "Sampai dengan triwulan I 2025 ekonomi kita bagus. Tapi ke depan, dinamika-dinamika itu perlu kita antisipasi lebih baik. Dan untuk itulah kenapa komitmen Bank Indonesia akan terus memperkuat dan menyempurnakan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial," kata Perry.
Secara keseluruhan, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh BI mencerminkan kekhawatiran terhadap dampak kebijakan proteksionis AS terhadap perekonomian dunia. Langkah antisipasi dan kebijakan yang tepat dari BI diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.