Polri Jatuhkan Demosi 8 Tahun pada Dua Personel Kasus DWP
Dua personel Polri dihukum demosi delapan tahun dan sanksi lainnya karena terlibat kasus dugaan pemerasan terkait penyelundupan narkoba di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Iptu JA dan Brigadir HK, dua personel Polri, resmi dijatuhi sanksi demosi selama delapan tahun. Putusan ini dikeluarkan setelah keduanya menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus dugaan pemerasan di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Sidang berlangsung di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/1).
Kasus ini berawal dari penangkapan dua warga negara asing (WNA) asal Malaysia yang diduga menyalahgunakan narkoba di acara DWP 2024. Iptu JA dan Brigadir HK, yang bertugas mengamankan kedua WNA tersebut, diduga meminta uang sebagai imbalan untuk membebaskan mereka tanpa melalui prosedur resmi, yaitu Tim Asesmen Terpadu (TAT).
Perbuatan kedua personel ini melanggar Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia juncto pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 5 ayat (1) huruf c dan pasal 10 ayat (1) huruf d Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Atas pelanggaran tersebut, mereka tidak hanya menerima sanksi demosi.
Selain demosi delapan tahun, yang menempatkan mereka di luar fungsi penegakan hukum (reserse), keduanya juga menjalani hukuman tambahan. Hukuman administratif lainnya berupa penempatan di tempat khusus selama 30 hari. Mereka juga dikenai sanksi etika; dinyatakan melakukan perbuatan tercela, wajib meminta maaf secara tertulis kepada pimpinan Polri dan di hadapan sidang KKEP, serta wajib mengikuti pembinaan rohani, mental, dan pengetahuan profesi selama sebulan.
Keputusan KKEP ini telah dijatuhkan. Namun, Iptu JA dan Brigadir HK mengajukan banding atas putusan tersebut. Kasus ini menambah daftar panjang pelanggaran etik di tubuh Polri terkait kasus DWP 2024. Sebelumnya, Divisi Propam Polri telah mengamankan 18 personel. Dari jumlah tersebut, tiga personel dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), sementara 15 personel lain menerima sanksi demosi dengan rentang hukuman 5 hingga 8 tahun, juga di luar fungsi penegakan hukum.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan semakin menguatkan pentingnya penegakan hukum internal di tubuh Polri. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Proses banding yang diajukan oleh kedua personel ini pun akan menjadi bagian penting dalam memastikan keadilan ditegakkan.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol. Erdi A. Chaniago, menjelaskan bahwa dalam penegakan kode etik ini, peran masing-masing terduga pelanggar telah diklasifikasikan, dan pasal yang dikenakan sesuai dengan peran masing-masing dalam pelanggaran yang dilakukan.