Polri Tangkap Pelaku Deepfake, Tipu Warga Rp30 Juta
Polri menangkap AMA, pelaku deepfake yang menipu warga dengan video palsu pejabat negara, meraup keuntungan sekitar Rp30 juta dalam empat bulan terakhir.

Polisi berhasil mengungkap kasus penipuan online yang memanfaatkan teknologi deepfake. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Polri baru-baru ini menangkap seorang tersangka berinisial AMA (29), warga Lampung Tengah, yang telah membuat video deepfake pejabat negara untuk menipu masyarakat.
Penangkapan AMA dilakukan pada 16 Januari 2025. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji, menjelaskan modus operandi tersangka. AMA membuat video palsu menggunakan teknologi deepfake, seolah-olah Presiden dan Wakil Presiden menawarkan bantuan. Video tersebut disebarluaskan melalui media sosial.
Dalam video deepfake tersebut, terdapat nomor WhatsApp yang mengarahkan korban untuk mendaftar bantuan. Setelah itu, korban diminta mentransfer sejumlah uang sebagai biaya administrasi, dengan iming-iming pencairan dana bantuan. Korban yang telah mentransfer uang, ternyata tidak pernah menerima bantuan yang dijanjikan.
Teknologi deepfake sendiri memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat video, gambar, atau audio palsu yang sangat realistis. Kejahatan yang dilakukan AMA tergolong serius, mengingat video deepfake tersebut dapat menyesatkan masyarakat dan menyebabkan kerugian finansial.
AMA mengaku telah melakukan aksi penipuan ini sejak tahun 2020, dengan korban tidak hanya dari kalangan masyarakat biasa tetapi juga sejumlah figur publik. Dittipidsiber telah mengidentifikasi sedikitnya 11 korban di berbagai wilayah Indonesia, dengan total kerugian mencapai sekitar Rp30 juta dalam empat bulan terakhir.
Sebagai barang bukti, polisi menyita ponsel, KTP, dan kartu rekening bank milik tersangka. AMA dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 378 KUHP. Ancaman hukuman yang cukup berat menanti pelaku kejahatan siber ini.
Brigjen Pol. Himawan mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan tidak mudah percaya terhadap informasi yang belum terverifikasi kebenarannya. Selalu periksa informasi dari sumber terpercaya sebelum mengambil tindakan, terutama yang berkaitan dengan penawaran bantuan atau program pemerintah.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi kita semua akan pentingnya literasi digital dan kewaspadaan terhadap modus penipuan online yang semakin canggih. Dengan berkembangnya teknologi AI, kejahatan siber seperti deepfake semakin sulit dideteksi, sehingga kewaspadaan dan verifikasi informasi menjadi kunci pencegahan.