Pramono Anung Minta Pemantau Udara Dipasang di RDF Rorotan
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, meminta Dinas Lingkungan Hidup memasang pemantau udara di sekitar RDF Rorotan untuk menjamin kualitas udara dan bertanggung jawab atas dampak operasional pabrik tersebut.

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, telah menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk segera memasang alat pemantau kualitas udara di sekitar lokasi Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Jakarta di Rorotan, Jakarta Utara. Keputusan ini diambil setelah adanya kesepakatan dengan warga sekitar yang merasa terdampak operasional pabrik pengolahan sampah tersebut. Peninjauan langsung ke lokasi pada Kamis lalu menjadi momentum penting dalam pengambilan keputusan ini.
"Kami sepakat bahwa di sekitar empat sampai lima kilo dari tempat ini dipasang pemantau kesehatan udara," ungkap Pramono Anung saat meninjau lokasi RDF Rorotan. Pernyataan ini menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk memastikan kualitas udara tetap terjaga dan dampak lingkungan dari operasional pabrik dapat dipantau secara akurat. Langkah ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan kepastian bagi warga sekitar.
Pramono Anung juga menekankan tanggung jawab pemerintah atas dampak yang ditimbulkan oleh operasional RDF Rorotan. "Selain itu, Pramono juga memutuskan akan bertanggung jawab kepada siapapun baik anak-anak usia berapapun hingga dewasa yang saat ini terdampak karena kesalahan dari RDF." Pernyataan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan yang muncul dan memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat yang terdampak.
Pemantauan Kualitas Udara dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pemasangan alat pemantau kualitas udara bertujuan untuk membandingkan kualitas udara di sekitar RDF Rorotan dengan kualitas udara di area lain. Dengan demikian, dampak langsung dari operasional pabrik terhadap kualitas udara dapat diidentifikasi secara objektif. Data yang diperoleh dari pemantauan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya perbaikan dan pengendalian dampak lingkungan.
Pramono Anung juga menjelaskan kapasitas RDF Rorotan yang dirancang untuk menampung 5.000 ton sampah. Artinya, sampah seharusnya dapat terolah dalam waktu dua hingga tiga hari. Namun, terjadi penumpukan sampah hingga lebih dari sepuluh hari, hal ini disebabkan oleh proses komisioning pabrik yang masih dalam tahap pembelajaran.
Meskipun demikian, Gubernur menegaskan komitmen pemerintah untuk bertanggung jawab atas segala dampak yang terjadi. "Tetapi sekali lagi, apapun belajar maupun gak belajar, pemerintah Jakarta harus bertanggung jawab," tegas Pramono Anung. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk tidak mengabaikan tanggung jawabnya meskipun terdapat kendala operasional.
Perbaikan Sistem Transportasi Sampah
Selain pemasangan alat pemantau udara, Pramono Anung juga memerintahkan penggunaan truk compactor untuk mengangkut sampah. Langkah ini bertujuan untuk mencegah terjadinya genangan air lindi di jalan raya akibat tetesan air hujan dari truk sampah konvensional.
Penggunaan truk compactor diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengangkutan sampah dan meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, pengangkutan sampah juga harus dilakukan secara tertib untuk menjaga kebersihan dan ketertiban lingkungan sekitar.
Pramono Anung berharap RDF Rorotan dapat menjadi model pengelolaan sampah yang baik di Indonesia. "Karena memang ini harusnya kalau ini bisa berjalan dengan baik, ini bisa jadi 'role model' di seluruh Indonesia," ujarnya. Keberhasilan pengelolaan sampah di Rorotan diharapkan dapat direplikasi di daerah lain untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.
Dengan adanya langkah-langkah perbaikan yang telah direncanakan ini, diharapkan operasional RDF Rorotan dapat berjalan lebih optimal dan memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Transparansi data kualitas udara melalui pemantauan yang ketat akan menjadi kunci keberhasilan upaya ini.