Proyek RSUD Butur: Pemkab Buton Utara Tegaskan Tak Akan Bernasib Sama dengan Kolaka Timur, Ini Faktanya!
Pemkab Buton Utara menjamin Proyek RSUD Butur senilai Rp135,5 miliar bebas masalah hukum, membantah tudingan mirip kasus Kolaka Timur. Apa dasar klaim ini?

Pemerintah Kabupaten Buton Utara (Butur) secara tegas membantah isu adanya potensi masalah hukum terkait proyek peningkatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Butur. Proyek ini, yang bertujuan meningkatkan fasilitas dari tipe D ke tipe C, diklaim telah berjalan sesuai prosedur. Penegasan ini muncul di tengah perbandingan dengan kasus serupa di Kabupaten Kolaka Timur yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Butur, Muh Hardy Muslim, menjelaskan bahwa mekanisme pelaksanaan proyek RSUD Butur berbeda dengan yang terjadi di Kolaka Timur. Ia menekankan bahwa seluruh tahapan, termasuk proses lelang, telah mengikuti ketentuan yang berlaku. Isu yang berkembang disebutnya sebagai politisasi dari pihak-pihak yang tidak senang.
Proyek senilai Rp135,5 miliar ini sempat memicu pertanyaan publik setelah Bupati Butur Afiruddin Mathara mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pembatalan proses lelang pada 9 April 2025, yang kemudian diikuti penandatanganan kontrak pada 7 Mei 2025. Proses ini, menurut Pemkab, merupakan bagian dari upaya percepatan pembangunan fasilitas kesehatan di Butur.
Klarifikasi Pemkab Butur Mengenai Mekanisme Lelang
Muh Hardy Muslim mengungkapkan bahwa SK pembatalan lelang awal dilakukan untuk beralih ke metode lelang cepat. Metode ini dipilih karena lelang manual akan memakan waktu hingga 1,5 bulan, sementara lelang cepat hanya membutuhkan sekitar tiga minggu. Keputusan ini didasari oleh adanya surat edaran Menteri Kesehatan yang mendorong percepatan proyek-proyek strategis seperti pembangunan rumah sakit.
Hardy menegaskan bahwa penggunaan metode lelang cepat ini adalah instruksi wajib bagi semua kepala daerah, bukan hanya Butur. Hal ini berfungsi sebagai "legal standing" bagi Pokja (Kelompok Kerja) untuk bekerja secara efisien. Oleh karena itu, ia membantah keras tudingan bahwa pembatalan tersebut bertujuan untuk mengatur pemenang tender, melainkan untuk mengubah metode lelang agar lebih efisien.
Ia juga menjelaskan bahwa dari dua perusahaan yang diumumkan ikut lelang, satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memilih mundur. Hal ini menyebabkan panitia lelang menetapkan perusahaan yang tersisa sebagai pemenang, yang kebetulan juga memenangkan tender proyek serupa di Kabupaten Buton Tengah. Direktur Utama RSUD Buton Utara dan Pokja juga telah berkonsultasi dengan Kementerian Kesehatan untuk memastikan legalitas proses ini.
Tudingan Dugaan Pengaturan Tender dan Respons Pemkab
Isu mengenai dugaan pengaturan tender dan "kongkalikong" proyek RSUD Butur pertama kali disuarakan oleh Pegiat Hukum di Buton Utara, Mawan. Mawan menduga adanya kemiripan pola dengan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Bupati Kolaka Timur terkait dugaan gratifikasi proyek. Ia bahkan menyatakan telah memiliki data lengkap, termasuk rekaman suara percakapan oknum terkait, yang akan diserahkan ke KPK.
Menanggapi tudingan ini, Sekda Hardy Muslim menyatakan bahwa isu tersebut sengaja dikembangkan oleh pihak-pihak yang tidak senang. Ia menegaskan bahwa jika ada indikasi korupsi, dirinya dan Direktur Utama RSUD tidak akan bisa hidup tenang. Pernyataan tersebut sekaligus menepis isu bahwa Kepala Dinas Kesehatan Buton Utara, dr. Izanuddin, menolak menandatangani pemenang tender tanpa alasan yang jelas.
Pemerintah Kabupaten Buton Utara berkomitmen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan proyek peningkatan RSUD ini. Mereka berharap pembangunan fasilitas kesehatan ini dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Butur tanpa terganggu oleh isu-isu yang tidak berdasar.