Ribuan Data KTP dan KK Dimanipulasi untuk Jual Beli Kartu Perdana Ilegal
Polisi mengungkap sindikat penjualan kartu perdana ilegal yang memanipulasi data KTP dan KK ribuan korban, dengan tujuh tersangka terancam hukuman 12 tahun penjara.

Jakarta, 4 Maret 2025 - Kepolisian Sektor (Polsek) Kawasan Kalibaru, Polres Pelabuhan Tanjung Priok berhasil mengungkap kasus penjualan kartu perdana ilegal yang melibatkan manipulasi data Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) milik ribuan korban. Modus operandi sindikat ini adalah dengan mengaktifkan kartu perdana menggunakan data pribadi orang lain secara ilegal, kemudian menjualnya melalui berbagai platform online. Tujuh tersangka telah ditangkap dan terancam hukuman penjara hingga 12 tahun.
Pengungkapan kasus ini berawal dari patroli siber yang dilakukan Unit Reskrim Polsek Kawasan Kalibaru. Patroli tersebut menemukan maraknya praktik jual beli kartu perdana melalui media sosial dan aplikasi pesan singkat. Penyelidikan intensif kemudian dilakukan, yang berujung pada penangkapan tersangka pertama, ASY, di wilayah Koja, Jakarta Utara pada 25 Februari 2025. Saat ditangkap, ASY kedapatan memiliki 350 kartu perdana Axis yang telah diregistrasi dengan data palsu.
Dari penangkapan ASY, polisi mengembangkan penyelidikan ke dua lokasi berbeda. Lokasi pertama di Cipinang Besar, Jakarta Timur, digunakan untuk registrasi kartu perdana menggunakan NIK dan nomor KK milik orang lain. Lokasi kedua di Jalan Bintara, Bekasi, difungsikan untuk pembuatan dan registrasi akun Telegram dan WhatsApp menggunakan kartu perdana yang telah diaktivasi. Di dua lokasi ini, polisi berhasil menangkap enam tersangka lainnya, termasuk otak dari sindikat ini.
Sindikat Penjualan Kartu Perdana Ilegal
Kompol Bagin Efrata Barus, Kapolsek Kawasan Kalibaru, menjelaskan bahwa sindikat ini dipimpin oleh tersangka berinisial TBM. TBM berperan sebagai fasilitator dan koordinator bisnis ilegal tersebut. Tersangka MAF bertugas melakukan registrasi kartu perdana menggunakan data palsu, sementara lima tersangka lainnya, ASY, MH, MFH, dan AG, membuat akun Telegram dan WhatsApp menggunakan kartu perdana yang telah diaktivasi. "Sindikat beranggotakan tujuh orang ini memanipulasi data KTP dan KK milik orang lain yang dipergunakan untuk aktivasi SIM Card," ujar Kompol Bagin.
Data pribadi korban diperoleh TBM melalui Facebook dengan harga Rp200 per data NIK dan nomor KK. Tersangka MAF berhasil mengumpulkan sebanyak 10.000 data NIK dan nomor KK dalam bentuk file Excel. Kartu SIM yang telah diaktivasi kemudian dijual secara masif melalui berbagai platform online.
Modus kejahatan ini menunjukkan betapa mudahnya data pribadi disalahgunakan untuk aktivitas ilegal. Polisi menyita berbagai barang bukti, antara lain lima unit komputer, 1.989 kartu SIM dari berbagai provider, dan puluhan handphone.
Tersangka Terancam Hukuman Berat
Ketujuh tersangka dijerat dengan Pasal 35 Jo. Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 77 Jo. Pasal 94 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan Jo. Pasal 55 KUHP. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar.
Kasus ini menjadi peringatan serius tentang pentingnya perlindungan data pribadi dan keamanan informasi. Pihak berwenang perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah kejahatan serupa terjadi di masa mendatang. Selain itu, masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan melindungi data pribadi mereka dari penyalahgunaan.
Polisi menghimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dan selalu waspada terhadap penipuan online dan kejahatan siber. Jika menemukan indikasi kejahatan serupa, segera laporkan kepada pihak berwajib.
Kasus ini juga menyoroti perlunya perbaikan sistem registrasi kartu perdana untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi. Perbaikan sistem ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat.