Rupiah Melemah: Potensi Kesepakatan Tarif AS Picu Kekhawatiran Resesi
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah akibat potensi kesepakatan tarif AS dengan negara lain, yang memicu kekhawatiran akan resesi ekonomi di Amerika Serikat.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah. Hal ini dipicu oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai potensi kesepakatan tarif dengan beberapa negara, termasuk India, Korea Selatan, Jepang, dan China. Pernyataan tersebut disampaikan pada Jumat, 2 Mei 2025, di Jakarta. Analis memprediksi pelemahan rupiah ini sebagai respons terhadap penguatan dolar AS secara global, yang dipicu oleh kekhawatiran akan resesi ekonomi di AS.
Lukman Leong, analis mata uang dan komoditas Doo Financial Futures, mengungkapkan prediksinya terkait pelemahan rupiah. Menurutnya, kesepakatan tarif tersebut diharapkan dapat meredakan resesi ekonomi AS. Namun, ketidakpastian yang ditimbulkan justru memicu kekhawatiran pasar. Pelemahan rupiah pada pembukaan perdagangan Jumat pagi mencapai 25 poin atau 0,15 persen, sehingga nilai tukar rupiah berada di angka Rp16.602 per dolar AS, dibandingkan Rp16.577 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.
Kekhawatiran resesi AS semakin diperkuat oleh beberapa lembaga ekonomi terkemuka. Adam Posen, Presiden di Peterson Institute for International Economics (PIIE), menempatkan risiko resesi AS sebesar 65 persen, mengingat ketidakpastian kebijakan AS. Gary Clyde Hufbauer, peneliti senior nonresiden di PIIE, bahkan memprediksi resesi akan terjadi pada paruh kedua tahun 2025, didukung oleh sentimen konsumen yang suram dan ketidakpastian dunia usaha yang membebani kinerja ekonomi AS pada kuartal II-2025.
Ancaman Resesi AS dan Fokus Investor
Sentimen negatif semakin diperparah oleh data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal I-2025. The Kobeissi Letter, sebuah publikasi finansial, mencatat pertumbuhan PDB awal pada kuartal tersebut negatif 0,3 persen, jauh di bawah ekspektasi 0,3 persen. Angka ini menandai kontraksi PDB di AS dan menjadi indikator kuat menuju resesi pada tahun 2025. Kondisi ini semakin memperkuat prediksi resesi yang telah diutarakan oleh para ekonom.
Lukman Leong menekankan bahwa fokus investor saat ini lebih tertuju pada perkembangan seputar tarif. Ketidakpastian mengenai kesepakatan tarif dan dampaknya terhadap ekonomi AS menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Kondisi ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar keuangan terhadap kebijakan ekonomi AS dan dampaknya terhadap perekonomian global.
Pelemahan rupiah ini menjadi sinyal penting bagi pelaku ekonomi di Indonesia. Perlu antisipasi dan strategi yang tepat untuk menghadapi potensi dampak negatif dari resesi AS terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu memonitor perkembangan ekonomi global secara cermat dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Ketidakpastian global yang dipicu oleh potensi kesepakatan tarif AS dan ancaman resesi ekonomi di AS berdampak signifikan terhadap pasar keuangan internasional, termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan pentingnya diversifikasi ekonomi dan penguatan fundamental ekonomi domestik untuk mengurangi dampak negatif dari fluktuasi ekonomi global.
Dampak Pelemahan Rupiah
- Peningkatan Harga Impor: Pelemahan rupiah dapat menyebabkan peningkatan harga barang impor, yang berpotensi meningkatkan inflasi.
- Tekanan pada Neraca Perdagangan: Pelemahan rupiah dapat memberikan tekanan pada neraca perdagangan Indonesia, terutama jika ekspor tidak mampu mengimbangi peningkatan impor.
- Ketidakpastian Investasi: Ketidakstabilan nilai tukar dapat menciptakan ketidakpastian bagi investor asing, yang berpotensi mengurangi investasi di Indonesia.
Secara keseluruhan, pelemahan rupiah yang disebabkan oleh potensi kesepakatan tarif AS dan kekhawatiran resesi AS merupakan tantangan yang perlu dihadapi dengan strategi yang tepat. Pemantauan yang ketat terhadap perkembangan ekonomi global dan penguatan fundamental ekonomi domestik menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.