Santri Aceh Kabur dari Pesantren karena Bullying, Ditemukan Selamat di Nagan Raya
ZAT (14), santri asal Aceh, ditemukan selamat di Nagan Raya setelah kabur dari pesantren di Medan karena diduga sering dibully senior; kini telah berkumpul kembali dengan keluarganya.

Seorang santri berusia 14 tahun asal Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, berhasil ditemukan dalam keadaan selamat setelah dilaporkan hilang dan kabur dari Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah di Medan, Sumatera Utara. ZAT, demikian inisial korban, ditemukan di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, setelah keberadaannya diketahui melalui media sosial. Kejadian ini menyoroti isu bullying di lingkungan pesantren dan perjuangan seorang anak muda untuk mencari perlindungan dari perlakuan tidak manusiawi.
Penemuan ZAT berawal dari informasi yang disebarluaskan di media sosial mengenai hilangnya santri tersebut. Samsul (46), seorang warga Nagan Raya yang melihat informasi tersebut, kemudian mengenali ZAT dan menghubungi pihak keluarga. Kejadian ini menunjukkan peran penting media sosial dalam membantu pencarian orang hilang dan menyatukan kembali keluarga yang terpisah.
Setelah pihak keluarga dihubungi, Polsek Kuta Raja Banda Aceh memfasilitasi pertemuan kembali ZAT dengan orang tuanya, Muhajir (54). Keberhasilan ini merupakan hasil kerja sama antara kepolisian, masyarakat, dan peran aktif media sosial dalam mengatasi kasus kehilangan anak yang meresahkan.
Kisah ZAT: Kabur dari Pesantren karena Bullying
ZAT diketahui kabur dari pesantren pada tanggal 28 Februari 2025. Ia nekat pergi seorang diri menggunakan mobil travel menuju Banda Aceh. Kepada pihak berwajib, ZAT mengaku sering menjadi korban bullying oleh seniornya di pesantren. Perlakuan tersebut membuatnya merasa ketakutan dan tertekan, sehingga ia memutuskan untuk melarikan diri.
Orang tua ZAT baru mengetahui anaknya hilang setelah menghubungi pihak pesantren. Berita kehilangan ZAT bahkan sempat viral di media sosial, menambah keprihatinan dan kekhawatiran keluarga. Setelah upaya pencarian selama seminggu tanpa hasil, akhirnya Samsul menghubungi keluarga dan memberikan informasi keberadaan ZAT.
Polsek Kuta Raja Banda Aceh kemudian membantu proses penjemputan ZAT dan Samsul dari Nagan Raya. Saat ditemukan, ZAT dalam keadaan sehat dan langsung dipertemukan dengan orang tuanya. Pertemuan mengharukan ini menandai berakhirnya masa pencarian yang mencemaskan bagi keluarga ZAT.
Pengakuan ZAT dan Langkah Selanjutnya
Dalam keterangannya kepada pihak kepolisian, ZAT mengaku kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari seniornya di pesantren. Ia merasa tertekan dan ketakutan akan kekerasan fisik yang mungkin dialaminya kembali. Oleh karena itu, ia memilih untuk kabur demi keselamatan dirinya.
AKP Bambang Juniarto, Kapolsek Kuta Raja, menyatakan bahwa kasus ini akan diserahkan kepada keluarga untuk ditindaklanjuti. Pihak keluarga berencana melaporkan kejadian ini kepada pihak pesantren. Polisi siap memberikan bantuan jika diperlukan. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya pencegahan dan penanganan kasus bullying di lingkungan pendidikan, khususnya pesantren.
Peristiwa ini juga menyoroti pentingnya peran orang tua, pihak pesantren, dan aparat penegak hukum dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi para santri. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa mendatang.
Kesimpulan: Kasus ZAT menjadi sorotan penting tentang isu bullying di lingkungan pesantren. Peran aktif masyarakat dan media sosial dalam pencarian orang hilang sangat membantu. Kejadian ini diharapkan dapat mendorong upaya pencegahan dan penanganan bullying di lingkungan pendidikan.