Sejarawan Dukung Fadli Zon Garap Film Sejarah Aceh-Ottoman: Jalin Ulang Silaturahmi Budaya
Sejarawan Aceh, Dr. M Adli Abdullah, mendukung rencana Menteri Budaya Fadli Zon membuat film tentang hubungan erat Kesultanan Aceh dan Kekaisaran Ottoman, membuka peluang memperkuat kerja sama budaya Indonesia-Turki.

Banda Aceh, 12 April 2024 (ANTARA) - Sebuah rencana pembuatan film yang mengangkat sejarah hubungan erat antara Kesultanan Aceh dan Kekaisaran Ottoman mendapat dukungan penuh dari kalangan sejarawan. Dr. M Adli Abdullah, seorang sejarawan Aceh, menyatakan dukungannya terhadap keinginan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, untuk mewujudkan proyek film bersejarah ini. Dukungan ini diharapkan dapat mempererat kembali hubungan budaya antara Indonesia dan Turki, dua negara dengan ikatan sejarah yang panjang.
Menurut Dr. Adli, film ini bukan hanya sekadar proyek perfilman, melainkan juga sebuah jembatan untuk mendorong pelestarian warisan budaya bersama. Proyek ini berpotensi besar untuk memfasilitasi kolaborasi seni, pertukaran akademik dan riset, serta pembangunan kapasitas dalam manajemen talenta budaya. Lebih dari itu, film ini dapat menjadi media untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia dan Turki kepada dunia, khususnya melalui sastra, musik, dan budaya digital.
Hubungan diplomatik resmi antara Indonesia dan Turki memang baru terjalin pada tahun 1950. Namun, jauh sebelum itu, ikatan persahabatan kedua negara telah terjalin sejak abad ke-6, khususnya melalui hubungan erat antara Kesultanan Aceh dan Kekaisaran Ottoman. Hubungan ini berlangsung selama berabad-abad, membentuk sebuah babak penting dalam sejarah kedua bangsa.
Sejarah Erat Aceh dan Ottoman: Lebih dari Sekadar Persahabatan
Kerja sama antara Kesultanan Aceh dan Kekaisaran Ottoman bukan sekadar hubungan diplomatik biasa. Kedua kerajaan menjalin kerja sama yang erat dalam melawan penjajah Barat di Asia Tenggara. Hubungan resmi dimulai sejak abad ke-13 dengan Samudra Pasai, kemudian berlanjut dengan Kerajaan Aceh setelah Portugis menaklukkan Melaka pada tahun 1511 dan membunuh jamaah haji Aceh pada tahun 1528 Masehi.
Turki Utsmani memberikan bantuan yang signifikan kepada Aceh dalam melawan hegemoni Portugis. Kerja sama ini terjalin secara resmi dengan Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ketiga yang berkuasa antara 1537 hingga 1568. Bantuan dari Turki Utsmani meliputi pengiriman pasukan, peralatan, ahli persenjataan, dan pelatihan pembuatan meriam. Hal ini memperkuat pertahanan Aceh melawan penjajahan Portugis, Inggris, dan Belanda.
Kerja sama ini juga berdampak pada perluasan perdagangan rempah-rempah, khususnya lada Aceh. Bukti nyata hubungan diplomatik ini dapat dilihat dari surat-surat diplomatik Kesultanan Aceh kepada Turki Utsmani yang tersimpan di Badan Arsip Turki, Istanbul, dan Kompleks Makam Teungku di Bitay, Aceh. Bahkan, pengaruh Turki masih terlihat hingga saat ini di Aceh, terlihat dari nama-nama seperti Efendi, Ali Basyah, dan Bey yang masih digunakan.
Fadli Zon dan Rencana Film Sejarah
Inisiatif Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, untuk membuat film tentang hubungan Kesultanan Aceh dan Kekaisaran Ottoman mendapat sambutan positif. Keinginan ini disampaikan saat pertemuan dengan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Turki, Mehmet Nuri Ersoy. Film ini diharapkan dapat menjadi media edukasi dan hiburan yang mampu memperkenalkan sejarah hubungan kedua negara kepada masyarakat luas, sekaligus mempererat hubungan bilateral di masa kini.
Proyek film ini memiliki potensi besar untuk memperkaya khazanah perfilman Indonesia dan Turki. Film ini tidak hanya akan menampilkan kisah sejarah yang menarik, tetapi juga dapat menjadi platform untuk mempromosikan keindahan budaya dan pariwisata kedua negara. Dengan dukungan dari sejarawan dan kerja sama yang erat antara kedua negara, film ini diharapkan dapat menjadi sebuah karya monumental yang mampu menginspirasi generasi mendatang.
Dukungan dari sejarawan seperti Dr. M Adli Abdullah menunjukkan bahwa proyek film ini memiliki landasan akademis yang kuat. Hal ini akan memastikan film tersebut akurat secara historis dan dapat dipercaya sebagai sumber informasi tentang hubungan Aceh-Ottoman. Dengan demikian, film ini tidak hanya akan menghibur, tetapi juga mendidik dan memperkuat pemahaman tentang sejarah dan budaya kedua negara.
Secara keseluruhan, rencana pembuatan film ini merupakan langkah positif dalam mempererat hubungan Indonesia dan Turki. Film ini diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung antara masa lalu dan masa kini, serta memperkuat kerja sama budaya kedua negara di masa depan. Semoga proyek ini dapat berjalan lancar dan menghasilkan karya yang berkualitas dan bermakna.