Sentimen Global Tekan Pasar Saham RI, IHSG Melemah 11,8 Persen
Pasar saham domestik Indonesia melemah signifikan pada akhir Februari 2025, dipengaruhi sentimen negatif ekonomi global dan aksi jual investor asing.

Jakarta, 4 Maret 2025 - Pasar saham domestik Indonesia mengalami pelemahan pada akhir Februari 2025, di tengah sentimen negatif yang berasal dari kondisi perekonomian global. Pelemahan ini ditandai dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan aksi jual besar-besaran oleh investor asing. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah merilis data terkait kinerja pasar modal Indonesia di bulan tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan (RDKB) Februari 2025, menyampaikan bahwa IHSG menutup bulan Februari dengan penurunan sebesar 11,8 persen secara month to date (mtd) dan 11,43 persen secara year to date (ytd). Penurunan ini menempatkan IHSG pada level 6.270,60 pada tanggal 28 Februari 2025. Kondisi ini juga berdampak pada nilai kapitalisasi pasar yang tercatat sebesar Rp10.879,86 triliun, atau turun 11,68 persen (mtd) dan 11,8 persen (ytd).
Investor asing atau non-resident juga menunjukkan tren penjualan bersih (net sell) yang signifikan. Data OJK mencatat net sell sebesar Rp18,19 triliun (mtd) dan Rp21,9 triliun (ytd) di pasar saham. Kondisi ini menunjukkan kurangnya kepercayaan investor asing terhadap pasar saham Indonesia dalam beberapa waktu terakhir, yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global.
Pergerakan Pasar Obligasi dan Investasi
Berbeda dengan pasar saham, indeks pasar obligasi Indonesia, yang diukur melalui ICBI, menunjukkan penguatan sebesar 1,14 persen (mtd) dan 1,92 persen (ytd). Hal ini menunjukkan minat investor yang masih cukup positif terhadap pasar obligasi. Investor asing juga mencatatkan net buy sebesar Rp8,86 triliun (mtd) dan Rp13,51 triliun (ytd) di pasar obligasi. Kondisi ini kontras dengan tren di pasar saham, dan menunjukkan adanya pergeseran alokasi investasi oleh investor asing.
Di sektor pengelolaan investasi, nilai asset under management (AUM) tercatat sebesar Rp822,65 triliun pada 28 Februari 2025. Nilai ini mengalami penurunan sebesar 0,78 persen (mtd) dan 2,16 persen (ytd). Meskipun demikian, reksa dana mencatatkan net subscription sebesar Rp3,03 triliun (mtd) dan Rp0,44 triliun (ytd), mengindikasikan masih adanya minat investasi di produk reksa dana.
Inarno Djajadi juga menyampaikan bahwa penghimpunan dana di pasar modal masih menunjukkan tren positif. Tercatat nilai penawaran umum mencapai Rp20,74 triliun melalui satu penawaran umum terbatas dan 11 penawaran umum berkelanjutan. Pihak OJK juga mencatat adanya 123 pipeline penawaran umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp42,56 triliun.
Sektor Securities Crowdfunding (SCF) dan Bursa Karbon
Pada sektor securities crowdfunding (SCF), sejak diberlakukannya ketentuan SCF hingga 25 Februari 2025, terdapat 18 penyelenggara yang telah mendapatkan izin OJK. Tercatat 759 penerbitan efek dari 492 penerbit, dengan 176.119 pemodal dan total dana yang dihimpun dan teradministrasi di KSEI sebesar Rp1,43 triliun. Hal ini menunjukkan potensi SCF dalam mendorong akses pembiayaan bagi UMKM.
Sementara itu, di bursa karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 28 Februari 2025, tercatat 110 pengguna jasa yang telah mendapatkan izin. Total volume transaksi mencapai 1.578.000 tCO2e dengan akumulasi nilai sekitar Rp77,25 miliar. Bursa karbon ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam upaya mengurangi emisi karbon.
Terakhir, terkait derivatif keuangan, sejak 10 Januari hingga 28 Februari 2025, tercatat 111 pelaku dan 14 penyelenggara berdasarkan berita acara serah terima (BAST) antara OJK dan Bappebti. Total volume transaksi derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa efek mencapai 98.684 lot, dengan akumulasi nilai sebesar Rp455,53 triliun (1 Januari - 25 Februari 2025).
Secara keseluruhan, data yang dirilis OJK menunjukkan adanya dinamika yang cukup kompleks di pasar modal Indonesia. Meskipun pasar saham mengalami pelemahan yang signifikan, sektor lain seperti pasar obligasi, SCF, dan bursa karbon menunjukkan kinerja yang lebih positif. Sentimen global menjadi faktor utama yang mempengaruhi kinerja pasar saham, sementara penghimpunan dana di pasar modal tetap menunjukkan tren yang menggembirakan.