Sidang Perdana Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan: Terdakwa Didakwa Pembunuhan Berencana
Sidang perdana kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan digelar di PN Padang, terdakwa Dadang Iskandar didakwa dengan pasal pembunuhan berencana dan terancam hukuman mati.

Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Sumatra Barat menggelar sidang perdana kasus polisi tembak polisi yang mengejutkan publik. Terdakwa, Dadang Iskandar, seorang polisi, didakwa atas penembakan terhadap atasannya, Kompol Anumerta Ulil Riyanto Anshari, di Solok Selatan pada November 2024. Sidang yang berlangsung pada Rabu (7/5) ini diawali dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menghadirkan Dadang secara langsung.
Peristiwa penembakan bermula dari pengungkapan kasus tambang ilegal oleh Satuan Reskrim Polres Solok Selatan. Dadang, yang memiliki hubungan dengan pemilik truk yang diamankan, berusaha meloloskan dua sopir dan truk tersebut. Permintaannya kepada korban, Kompol Ulil, ditolak, yang kemudian memicu reaksi emosional dari Dadang. Konflik ini berujung pada penembakan yang mengakibatkan kematian Kompol Ulil.
Selain menembak Kompol Ulil, Dadang juga menembakkan senjata api ke arah rumah dinas Kapolres Solok Selatan, AKBP Mukti Arief. Beruntung, AKBP Mukti Arief berhasil menyelamatkan diri sehingga tidak ada korban jiwa tambahan. Peristiwa ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai penegakan hukum di tubuh kepolisian sendiri.
Dakwaan Primer dan Pasal Subsider
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Solok Selatan, Moch Taufik Yanuarsah, membacakan dakwaan primer terhadap Dadang Iskandar, yaitu melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ancaman hukuman untuk pasal ini sangat berat, yaitu dua puluh tahun penjara, seumur hidup, atau bahkan hukuman mati.
Namun, JPU tidak hanya mendakwa Dadang dengan pasal 340 KUHP. Mereka juga menambahkan dakwaan subsider, yaitu Pasal 338 KUHP, Pasal 340 Juncto (Jo) 53 KUHP, dan Pasal 338 Jo 54 KUHP. Hal ini menunjukkan berbagai kemungkinan skenario yang dipertimbangkan oleh JPU dalam kasus ini.
Selama persidangan, Dadang Iskandar tampak tenang duduk di kursi pesakitan. Ia mendengarkan dengan seksama pembacaan dakwaan yang dibacakan oleh JPU. Sidang berjalan dengan tertib dan dikawal ketat oleh puluhan personel kepolisian.
Kronologi Penembakan
Berdasarkan dakwaan JPU, kronologi penembakan diawali dari penolakan Kompol Ulil terhadap permintaan Dadang untuk melepaskan dua sopir dan truk yang diamankan. "Terdakwa mengajak salaman saat bertemu namun ditolak oleh korban, karena ditolak itu maka terdakwa diduga merasa diremehkan," ujar Jaksa dalam persidangan.
Kekecewaan dan dugaan rasa diremehkan ini kemudian memicu Dadang untuk mengambil pistol yang disimpan di pinggangnya dan menembak Kompol Ulil di bagian kepala dari jarak dekat. Setelahnya, Dadang melanjutkan aksinya dengan menembak ke arah rumah dinas Kapolres Solok Selatan.
Peristiwa ini menunjukkan adanya konflik internal di tubuh kepolisian yang berujung pada tindakan kekerasan yang fatal. Proses hukum selanjutnya akan mengungkap secara rinci motif dan latar belakang tindakan Dadang.
Sidang Berikutnya dan Kesimpulan
Setelah mendengarkan pembacaan dakwaan, majelis hakim yang diketuai oleh Adityo Danur Utomo menunda sidang ke pekan depan. Terdakwa, yang didampingi penasehat hukumnya, menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). Oleh karena itu, sidang berikutnya akan langsung berfokus pada pemeriksaan saksi-saksi.
Persidangan kasus polisi tembak polisi ini menyita perhatian publik dan menjadi sorotan media. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya, serta memberikan pelajaran berharga bagi penegakan hukum di Indonesia. Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh fakta dan memberikan putusan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.