Tahukah Anda? Alumni SMAN 37 Jakarta Perkuat Promosi Budaya Lombok Melalui Ekspedisi Edukatif
Dua alumni SMAN 37 Jakarta melakukan ekspedisi edukatif untuk memperkuat promosi budaya Lombok, NTB. Simak bagaimana petualangan mereka mengungkap kekayaan alam dan kearifan lokal!

Dua alumni SMAN 37 Jakarta, Guntur Satrijo dan Muhammad Ilham Sodri, memulai sebuah ekspedisi edukatif. Mereka menjelajahi Lombok, Nusa Tenggara Barat, dalam program observasi alam dan budaya Trisaptapala. Ekspedisi ini bertujuan utama untuk memperkuat promosi budaya Lombok yang kaya dan beragam. Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek awal Trisaptapala.
Selama 14 hari, dari tanggal 4 hingga 17 Agustus 2025, mereka menyusuri berbagai lanskap. Mulai dari puncak Gunung Rinjani yang megah hingga pesisir Gili Trawangan yang memukau. Perjalanan ini dirancang untuk mendalami hubungan erat antara alam dan kearifan budaya lokal Lombok. Ini juga membangun tradisi eksplorasi berbasis riset.
Manajer Ekspedisi Trisaptapala, Prasenja, menjelaskan bahwa tujuan mereka tidak hanya berpetualang. Mereka ingin menghasilkan karya ilmiah dan literasi hijau yang dapat dipublikasikan. Karya ini diharapkan bermanfaat bagi siswa SMAN 37 Jakarta dan khalayak umum. Ini adalah langkah konkret dalam melestarikan warisan budaya.
Menjelajahi Kekayaan Alam dan Budaya Lombok
Lombok, Nusa Tenggara Barat, diakui sebagai laboratorium terbuka yang ideal. Wilayah ini menunjukkan bagaimana alam dan budaya saling membentuk secara harmonis. Dari hutan tropis Rinjani yang asri hingga Sungai Jangkuk yang menjadi nadi irigasi, setiap sudutnya menyimpan cerita. Keberadaan rumah adat Sasak yang masih tegak berdampingan dengan modernitas menjadi bukti nyata.
Dengan memanfaatkan transportasi darat dan laut, Guntur dan Ilham menyusuri berbagai lokasi kunci. Gunung Rinjani menjadi fokus studi spiritualitas dan ekologi pegunungan. Sementara itu, Sungai Jangkuk diobservasi sebagai sumber kehidupan pertanian dan ritual lokal yang penting.
Kunjungan ke Desa Sade dan Sukarara memungkinkan mereka mengamati praktik budaya tenun. Mereka juga mempelajari sistem sosial suku Sasak yang unik. Selain itu, Gili Trawangan, Pantai Mawun, dan Goa Bangkang menjadi objek observasi ekowisata dan konservasi.
Mewujudkan Riset Berbasis Keilmuan dan Literasi Hijau
Selama perjalanan, Guntur dan Ilham menerapkan metode observasi langsung yang cermat. Mereka juga melakukan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat setempat. Dokumentasi ekologi dan budaya lokal dilakukan secara komprehensif untuk mendukung data.
Hasil observasi dan wawancara ini akan dirangkum dalam laporan serta tulisan ilmiah. Karya ini dirancang untuk dapat dipublikasikan dalam jurnal lingkungan bereputasi. Selain itu, seluruh materi akan disimpan sebagai referensi belajar di Perpustakaan SMAN 37 Jakarta.
Guntur Satrijo menegaskan bahwa semangat belajar dari alam adalah warisan penting. "Ini bukan tentang menaklukkan puncak gunung semata," ujarnya. Ia menambahkan, "tetapi tentang mendengarkan dan memahami budaya melalui cerita-cerita tentang keterkaitan."
Muhammad Ilham Sodri menambahkan bahwa pengalaman ini bukan sekadar eksplorasi. Ini juga merupakan refleksi mendalam terhadap masa depan lingkungan dan budaya Indonesia. "Kami berharap kegiatan ini menjadi awal bagi program riset dan ekspedisi rutin," katanya. Program tersebut diharapkan berbasis keilmuan dan dapat melibatkan lebih banyak siswa di masa mendatang.