Tahukah Anda? Peran Krusial Batu Bara dalam Transisi Energi Menuju EBT di Indonesia
Meskipun menuju EBT, peran batu bara dalam transisi energi Indonesia masih krusial. Simak strategi pemerintah untuk pemerataan energi dan teknologi ramah lingkungan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa batu bara masih memegang peranan penting dalam proses transisi energi di Indonesia. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Tri Winarno menyatakan bahwa pengembangan energi baru terbarukan (EBT) akan berjalan paralel dengan pemanfaatan batu bara yang lebih ramah lingkungan.
Pernyataan ini disampaikan Tri Winarno dalam acara Energi Mineral Festival 2025 di Jakarta pada hari Kamis. Ia menjelaskan bahwa upaya menuju bauran energi yang lebih bersih merupakan keniscayaan, namun perlu dilakukan secara bertahap dan realistis.
Pemerintah berkomitmen untuk mempercepat adopsi EBT, sejalan dengan Peta Jalan Investasi Energi Nasional dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang telah disahkan. Namun, dalam jangka pendek, batu bara tetap menjadi tulang punggung pasokan energi nasional.
Strategi Pemanfaatan Batu Bara dan Target EBT Nasional
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk porsi EBT dalam pengembangan energi nasional, yakni sebesar 70 persen setelah tahun 2030. Meskipun demikian, Tri Winarno mengakui bahwa sekitar 40 persen dari bauran energi nasional saat ini masih sangat bergantung pada batu bara sebagai sumber energi utama.
Transisi energi yang diusung pemerintah menekankan pendekatan yang bertahap, realistis, dan inklusif. Hal ini berarti bahwa meskipun fokus utama adalah pada pengembangan EBT, pemanfaatan sumber daya energi yang ada, seperti batu bara, tetap dioptimalkan dengan teknologi terkini.
Harapannya, semakin lama energi yang digunakan akan semakin ramah lingkungan. Namun, sektor batu bara yang masih diandalkan akan terus digunakan dengan implementasi teknologi canggih untuk mengurangi dampak lingkungannya.
Teknologi Ramah Lingkungan dan Pemerataan Energi
Untuk memastikan pemanfaatan batu bara tetap sejalan dengan komitmen lingkungan, Kementerian ESDM mendorong penggunaan teknologi seperti carbon capture and storage (CCS). Selain itu, pengembangan pembangkit listrik rendah karbon lainnya juga menjadi prioritas untuk mengoptimalkan pemanfaatan batu bara.
Penerapan teknologi ini bertujuan agar masyarakat dapat menikmati energi yang murah dan terjangkau, tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Gasifikasi batu bara juga dinilai sebagai solusi jangka menengah untuk menjamin ketersediaan energi yang berkelanjutan.
Tri Winarno juga menyoroti tantangan besar dalam pemerataan energi nasional, di mana sekitar 5.400 desa masih belum teraliri listrik secara memadai. Keterbatasan pasokan bahan bakar minyak di sejumlah daerah juga menjadi isu krusial yang perlu diatasi bersama. Masyarakat Indonesia berhak menikmati akses energi yang adil dan merata.
Komitmen Bersama Menuju Kemandirian Energi
Mewujudkan pemerataan dan kemandirian energi nasional memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak. Transisi energi bukanlah proses yang instan, melainkan sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen kuat dan langkah-langkah konkret dari pemerintah, industri, dan masyarakat.
Pemerintah terus berupaya mempercepat adopsi energi baru terbarukan sembari memastikan stabilitas pasokan energi nasional. Hal ini dilakukan melalui berbagai kebijakan dan program yang mendukung investasi di sektor EBT, sekaligus mengoptimalkan sumber daya energi domestik yang ada.
Dengan pendekatan yang seimbang antara pengembangan EBT dan pemanfaatan batu bara yang bertanggung jawab, Indonesia optimis dapat mencapai target bauran energi yang lebih bersih. Pada saat yang sama, ketersediaan energi yang terjangkau dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat juga dapat terwujud.