Tahukah Anda? Sound Horeg Berpotensi Picu Tinnitus hingga Gangguan Saraf, Ini Penjelasan Dinkes Tulungagung
Dinas Kesehatan Tulungagung mengingatkan bahaya fenomena sound horeg yang marak di masyarakat. Paparan suara keras ini berpotensi picu tinnitus hingga gangguan saraf.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, baru-baru ini mengeluarkan peringatan serius. Mereka menyoroti fenomena "sound horeg" yang kian marak di masyarakat. Aktivitas ini disebut berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan serius.
Peringatan tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Tulungagung, dr. Aris Setiawan. Ia menjelaskan bahwa paparan suara keras dari sound horeg dapat memicu tinnitus atau telinga berdenging. Selain itu, gangguan tidur, stres, hingga masalah keseimbangan saraf juga menjadi ancaman.
Menurut dr. Aris, ambang batas suara aman bagi orang dewasa adalah 80 desibel, sementara anak-anak 70 desibel. Namun, sound horeg kerap menghasilkan suara hingga 130 desibel. Kondisi ini jauh melampaui batas aman dan berisiko tinggi bagi kesehatan pendengaran.
Bahaya Paparan Suara Berlebihan pada Kesehatan
Dr. Aris Setiawan menegaskan bahwa tidak hanya sound horeg, semua aktivitas dengan pengeras suara berintensitas tinggi berisiko. Terutama jika durasinya panjang dan dilakukan secara mobile di area permukiman warga. Paparan suara berlebihan ini dapat merusak sel-sel rambut halus di telinga bagian dalam.
Dampak kesehatan yang mungkin timbul antara lain tinnitus, yaitu sensasi telinga berdenging tanpa adanya sumber suara eksternal. Selain itu, gangguan tidur juga sering terjadi akibat kebisingan yang terus-menerus. Kondisi ini dapat memicu stres kronis dan mengganggu kualitas hidup seseorang.
Lebih lanjut, dr. Aris menyebutkan potensi gangguan keseimbangan saraf akibat paparan suara ekstrem. Hal ini terjadi karena telinga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan tubuh. Kerusakan pada sistem pendengaran dapat berdampak pada fungsi saraf lainnya.
Perbedaan Sound Horeg dengan Pertunjukan Musik Biasa
Dr. Aris menjelaskan bahwa sound horeg memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan pertunjukan musik statis. Ini karena sifatnya yang dinamis dan sering berkeliling, menyasar langsung area permukiman. Akibatnya, warga yang tidak terlibat pun bisa terpapar langsung suara keras tersebut.
Berbeda dengan konser musik yang penontonnya secara sadar mendekati sumber suara, sound horeg justru mendatangi warga. Hal ini memperluas dampak negatifnya ke seluruh lingkungan sekitar. Intensitas suara yang mencapai 130 desibel sangat berbahaya bagi pendengaran.
Kelompok rentan seperti bayi, lansia, dan penderita penyakit tertentu sangat berisiko mengalami dampak serius. Paparan suara berlebihan ini tidak langsung terasa efeknya. Namun, dampaknya bisa bersifat kumulatif, mirip dengan bahaya asap rokok atau polusi udara yang terakumulasi.
Pentingnya Kesadaran dan Tanggung Jawab Komunal
Meskipun demikian, Dinas Kesehatan Tulungagung tidak bermaksud melarang hiburan masyarakat. Pihaknya justru mendorong adanya kesadaran bersama di antara warga. Tujuannya agar aktivitas hiburan tetap dapat dilakukan dengan memperhatikan kenyamanan dan kesehatan lingkungan sekitar.
Dr. Aris berharap masyarakat dapat saling menjaga dan bertanggung jawab. Kegiatan yang dimaksudkan sebagai hiburan seharusnya tidak menimbulkan dampak buruk bagi orang lain. Ini termasuk menjaga tingkat kebisingan agar tidak mengganggu ketenangan dan kesehatan warga.
Edukasi mengenai ambang batas suara aman penting untuk disosialisasikan. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan penyelenggara sound horeg dapat lebih bijak dalam mengatur volume. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang harmonis dan sehat bagi semua pihak.