Tata Guna Lahan Ancam Ekosistem Gambut: Studi Ungkap Isu di Kalimantan Tengah
Studi Pantau Gambut dan Kaoem Telapak ungkap masalah tata guna lahan, kebakaran hutan berulang, dan konflik masyarakat di ekosistem gambut Kalimantan Tengah, mengancam penyerap karbon vital ini.

Sebuah studi kasus terbaru yang dilakukan oleh Pantau Gambut dan Kaoem Telapak di Kalimantan Tengah mengungkap permasalahan serius yang terus mengancam ekosistem gambut. Studi yang dipublikasikan pada Selasa, 25 Februari 2024 ini menemukan bahwa perubahan tata guna lahan dan kebakaran hutan berulang menjadi isu utama yang menyebabkan tekanan besar terhadap ekosistem gambut. Studi ini dilakukan di tiga konsesi di Kalimantan Tengah, dan hasilnya menunjukkan adanya tata kelola ekosistem gambut yang belum optimal, konflik masyarakat, dan sejumlah isu lainnya. Permasalahan ini terjadi meskipun ekosistem gambut memiliki peran krusial dalam penyerapan karbon dan keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.
Wahyu Perdana, Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut, menjelaskan bahwa ekosistem gambut menyimpan sekitar 30 persen dari total cadangan karbon tanah dunia. "Ini menjadikannya salah satu penyerap karbon alami yang paling signifikan, juga penopang kehidupan masyarakat adat dan komunitas lokal, terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam di sekitar lahan gambut," ujar Wahyu dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta.
Studi ini juga menganalisis regulasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) dalam konteks perlindungan ekosistem gambut. Hasilnya menunjukkan beberapa kelemahan dalam implementasi kedua regulasi tersebut di lapangan. Kelemahan tersebut antara lain penegakan aturan ISPO yang belum optimal dan praktik perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO. Sementara itu, EUDR dinilai memiliki definisi 'hutan' yang kurang memperhatikan ekosistem spesifik seperti gambut.
Ancaman Perkebunan Sawit dan Kebakaran Hutan
Studi tersebut menemukan fakta mengejutkan terkait pembangunan perkebunan sawit di atas lahan gambut lindung. Ziadatunnisa Latifa, Juru Kampanye Kaoem Telapak, menyampaikan bahwa pembangunan tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak negatif terhadap masyarakat adat yang bergantung pada ekosistem gambut untuk kehidupan mereka. "Pembangunan perkebunan sawit di lahan gambut lindung merupakan ancaman serius bagi kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat adat," tegas Zia.
Kebakaran hutan yang berulang juga menjadi masalah serius yang diidentifikasi dalam studi ini. Kebakaran tersebut semakin memperparah kerusakan ekosistem gambut dan melepaskan sejumlah besar karbon ke atmosfer. Hal ini tentu saja berkontribusi terhadap perubahan iklim global dan mengancam keberlanjutan lingkungan.
Studi ini menekankan perlunya upaya konkret untuk melindungi dan melestarikan ekosistem gambut. Penegakan hukum yang lebih ketat terkait tata kelola perkebunan kelapa sawit di lahan gambut menjadi sangat penting. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam proses perbaikan peraturan juga harus dimaksimalkan untuk memastikan keberhasilan upaya konservasi.
Rekomendasi dan Solusi Jangka Panjang
Untuk mengatasi permasalahan ini, Zia menekankan pentingnya peningkatan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait pengelolaan ekosistem gambut. Advokasi kepada negara-negara konsumen kelapa sawit mengenai kerentanan ekosistem gambut juga perlu dilakukan. Implementasi sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan seperti ISPO dan penguatan peraturan seperti EUDR juga menjadi kunci keberhasilan dalam melindungi ekosistem gambut.
Lebih lanjut, studi ini merekomendasikan beberapa langkah penting, antara lain: penguatan regulasi dan penegakan hukum yang lebih efektif, peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan peningkatan koordinasi antar lembaga pemerintah. Selain itu, perlu juga dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian ekosistem gambut.
Kesimpulannya, studi ini menyoroti urgensi perlindungan ekosistem gambut di Kalimantan Tengah. Permasalahan tata guna lahan, kebakaran hutan, dan konflik masyarakat memerlukan penanganan serius dan terintegrasi dari berbagai pihak. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, diharapkan ekosistem gambut dapat terlindungi dan keberlanjutannya dapat terjamin untuk generasi mendatang.