Terkuak Modus Licik Pengoplos Beras! 9 Ton Beras Oplosan Disita di Riau, Kerugian Nasional Capai Triliunan Rupiah?
Kepolisian Riau berhasil menyita 9 ton beras oplosan dari seorang distributor nakal. Praktik ini merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan kerugian triliunan rupiah.

Pekanbaru, Riau – Kepolisian Daerah Riau berhasil mengungkap praktik penipuan beras premium yang meresahkan masyarakat. Sebanyak sembilan ton beras oplosan disita dari seorang distributor berinisial R di Rejosari, Tenayan Raya, Pekanbaru. Penemuan ini merupakan hasil penyelidikan intensif yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memberikan apresiasi tinggi atas keberhasilan Polda Riau dalam membongkar kasus ini. Beliau menyatakan bahwa tindakan tegas ini menunjukkan komitmen aparat dalam melindungi masyarakat dari praktik curang. Praktik pemalsuan beras ini sangat merugikan konsumen dan mengancam stabilitas ketahanan pangan nasional.
Modus operandi yang digunakan pelaku sangat licik, yaitu mengoplos beras berkualitas rendah menjadi seolah-olah beras premium. Beras oplosan ini kemudian dijual dengan harga yang lebih tinggi, membebani masyarakat. Kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah untuk memastikan ketersediaan pangan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh rakyat.
Modus Operandi dan Penemuan Beras Oplosan
Distributor berinisial R terbukti melakukan dua modus operandi utama dalam praktik pemalsuan beras ini. Pertama, pelaku mencampur beras kualitas medium dengan beras yang sudah tidak layak konsumsi. Campuran ini kemudian dikemas ulang dan diberi label seolah-olah memenuhi standar Beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Modus kedua melibatkan pembelian beras murah dari Kabupaten Pelalawan, Riau. Beras murah tersebut kemudian dikemas ulang menyerupai merek-merek beras premium yang dikenal masyarakat. Beberapa merek yang dipalsukan antara lain Aira, Family, dan Anak Dara Merah.
Praktik ini tidak hanya menipu konsumen secara finansial, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan. Beras yang dioplos dengan kualitas buruk tentu tidak layak dikonsumsi. Penemuan sembilan ton beras oplosan ini menjadi bukti nyata adanya jaringan kejahatan pangan yang perlu diberantas tuntas.
Dampak Ekonomi dan Ancaman Kualitas Pangan
Praktik pengoplosan beras ini menyebabkan masyarakat harus membayar lebih mahal untuk kualitas yang buruk. Konsumen dipaksa membayar tambahan Rp5.000 hingga Rp7.000 per kilogram. Bahkan, selisih harga bisa mencapai Rp9.000 per kilogram jika beras biasa dipalsukan menjadi premium.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa kualitas beras oplosan ini berada di bawah standar. Praktik ini merupakan pengkhianatan terhadap masyarakat dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Program SPHP yang didanai oleh uang rakyat bertujuan untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi.
Temuan serupa di masa lalu menunjukkan kerugian fantastis hingga Rp99,35 triliun per tahun. Kerugian ini disebabkan oleh praktik bermasalah dari 212 merek beras di sepuluh provinsi. Angka ini menunjukkan betapa masifnya dampak negatif dari kejahatan pangan seperti beras oplosan.
Komitmen Penegakan Hukum dan Pencegahan
Menteri Pertanian berkomitmen untuk terus berkolaborasi dengan Kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya. Tujuannya adalah memastikan tidak ada pihak yang berani mempermainkan kebutuhan pangan rakyat. Pemerintah akan memperketat pengawasan distribusi beras SPHP di seluruh Indonesia.
Pengawasan ini akan melibatkan peran aktif kepolisian daerah di setiap wilayah. Pelaku kejahatan pangan harus diberi hukuman berat untuk memberikan efek jera. Hal ini disampaikan oleh Menteri Amran Sulaiman, yang menekankan pentingnya tindakan tegas.
Kepala Kepolisian Daerah Riau, Herry Heryawan, menambahkan bahwa kejahatan ini mengkompromikan kesejahteraan anak-anak. Anak-anak membutuhkan nutrisi yang baik untuk tumbuh kembang mereka. Herry Heryawan menyebut bahwa ini bukan sekadar penipuan dagang, melainkan eksploitasi subsidi negara untuk keuntungan pribadi.