Terungkap: Apa Bedanya Beras Oplosan dan Beras Palsu? Pemprov Kepri Pastikan Tak Ada Beras Ilegal Beredar
Dinas Ketahanan Pangan Kepri memastikan tidak ada beras oplosan maupun palsu beredar. Namun, tahukah Anda perbedaan mendasar antara keduanya?

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) melalui Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Kesehatan Hewan (DKP2KH) menegaskan bahwa tidak ditemukan peredaran beras palsu maupun beras oplosan di wilayahnya. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Kepala DKP2KH Provinsi Kepri, Rika Azmi, di Kabupaten Natuna, pada Jumat lalu. Konfirmasi ini juga didukung oleh Satuan Tugas Pangan Kepolisian Daerah (Polda) setempat, yang telah berkoordinasi erat dengan pihak dinas.
Hingga saat ini, belum ada indikasi kuat mengenai keberadaan beras oplosan yang meresahkan masyarakat di pasar-pasar Kepri. Meskipun demikian, pemerintah tetap berkomitmen untuk terus memantau dan memastikan keamanan pasokan pangan bagi warganya. Langkah-langkah preventif dan responsif terus disiapkan guna menjaga stabilitas harga dan kualitas komoditas pangan, khususnya beras, yang merupakan kebutuhan pokok.
Pemeriksaan rutin dan pengawasan ketat akan terus digencarkan di berbagai titik distribusi dan penjualan beras. Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada konsumen serta mencegah praktik-praktik curang yang dapat merugikan. DKP2KH Kepri bersama instansi terkait akan terus bersinergi dalam upaya menjaga ketersediaan dan kualitas pangan di seluruh wilayah Kepulauan Riau.
Mengenal Lebih Dekat: Beras Oplosan vs. Beras Palsu
Penting untuk memahami perbedaan mendasar antara beras palsu dan beras oplosan, meskipun keduanya sama-sama merugikan konsumen. Beras palsu adalah produk yang sama sekali tidak alami, seringkali dibuat dari bahan kimia atau plastik, dan tentu saja tidak layak konsumsi. Beras jenis ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan peredarannya harus diberantas tuntas.
Sementara itu, beras oplosan memiliki definisi yang berbeda. Beras oplosan merupakan campuran antara beras mutu sedang (medium) dengan beras mutu tinggi (premium) dalam satu kemasan. Praktik ini dilakukan untuk kemudian menjual campuran tersebut dengan harga setara atau mendekati harga beras premium, sehingga merugikan konsumen secara finansial.
Menurut Rika Azmi, beras oplosan masih layak dikonsumsi karena tidak mengandung zat berbahaya dan tidak berdampak buruk pada kesehatan. Namun, praktik pengoplosan ini tetap tidak dibenarkan karena merupakan tindakan penipuan dan melanggar hukum. Untuk membedakan beras medium dan premium, konsumen dapat memperhatikan tingkat patahan beras; beras premium umumnya memiliki tingkat patahan maksimal 15 persen.
Langkah Tegas Pemprov Kepri Hadapi Praktik Ilegal
Menanggapi potensi peredaran beras oplosan, DKP2KH Kepri bersama instansi terkait di Natuna akan kembali melakukan pemeriksaan menyeluruh. Pemeriksaan lanjutan ini dijadwalkan pada Sabtu (9/8), sebagai tindak lanjut dari arahan Badan Pangan Nasional. Tujuannya adalah untuk memastikan kembali tidak ada beras oplosan yang beredar di pasaran dan melindungi hak-hak konsumen.
Jika ditemukan perusahaan yang terbukti melakukan pengoplosan, pihak berwenang tidak akan segan untuk menindak. Sanksi awal yang akan diberikan adalah pembinaan. Namun, apabila praktik tersebut terulang kembali, izin usaha perusahaan yang bersangkutan akan dicabut. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menegakkan aturan dan memberikan efek jera kepada pelaku usaha nakal.
Berbeda dengan perusahaan, ritel atau pedagang tidak akan dikenakan sanksi langsung. Mereka justru dianggap sebagai salah satu korban dari perusahaan yang melakukan pengoplosan. Oleh karena itu, pemerintah akan mencari solusi terbaik bagi para pedagang ritel agar mereka tidak semakin dirugikan. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih adil dan transparan di sektor pangan.