Terungkap Kerugian Rp1 Triliun Lebih, KPK Sita Dokumen Kemenag Terkait Kasus Kuota Haji
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dokumen penting di Kemenag terkait dugaan korupsi kuota haji, mengungkap potensi kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Apa saja yang ditemukan?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyitaan dokumen dan barang bukti elektronik dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama. Tindakan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024. Penggeledahan tersebut dilakukan di Jakarta pada 13 Agustus 2025, menandai babak baru dalam penanganan kasus ini.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi penyitaan tersebut, menyatakan bahwa tim berhasil mengamankan berbagai dokumen dan barang bukti elektronik penting. KPK mengapresiasi serta berterima kasih atas sikap kooperatif pihak Kemenag selama proses penggeledahan berlangsung. Kerja sama ini membantu kelancaran penyelidikan dan pengumpulan bukti.
KPK secara resmi memulai penyidikan perkara ini pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Proses ini menunjukkan keseriusan lembaga antirasuah dalam mengungkap dugaan penyimpangan. Penyelidikan terus berjalan intensif untuk menemukan fakta sebenarnya.
Perkembangan Penyelidikan dan Potensi Kerugian Negara
Setelah memulai fase penyidikan, KPK juga menjalin komunikasi erat dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Kolaborasi ini bertujuan untuk menghitung secara cermat potensi kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari kasus dugaan korupsi ini. Upaya bersama ini diharapkan dapat mengungkap skala permasalahan secara akurat dan komprehensif.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan temuan awal terkait kerugian negara dalam kasus ini. Penghitungan sementara menunjukkan angka yang sangat signifikan, yaitu lebih dari Rp1 triliun. Angka ini mengindikasikan besarnya potensi penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan kuota haji.
Di tanggal yang sama dengan pengumuman kerugian, KPK mengambil langkah tegas dengan mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri. Salah satu dari tiga orang yang dicegah tersebut adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pencegahan ini merupakan bagian dari upaya memastikan semua pihak terkait tetap berada di dalam negeri untuk kepentingan proses hukum.
Sorotan DPR RI Terhadap Pembagian Kuota Haji
Selain penanganan oleh KPK, permasalahan ini juga menjadi perhatian serius di parlemen. Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim telah menemukan sejumlah kejanggalan signifikan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Temuan ini menambah daftar indikasi adanya penyimpangan dalam tata kelola haji.
Titik poin utama yang menjadi sorotan Pansus adalah perihal pembagian kuota tambahan haji. Pemerintah Arab Saudi memberikan alokasi 20.000 kuota tambahan, namun pembagiannya menjadi 50:50 antara haji reguler dan haji khusus. Pembagian ini, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, menimbulkan pertanyaan besar mengenai dasar hukumnya.
Pembagian kuota tersebut dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah secara jelas mengatur proporsi kuota. Undang-undang tersebut menetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen, sementara 92 persen dialokasikan untuk kuota haji reguler, menunjukkan adanya ketidaksesuaian.