Vonis Tamron, Petinggi Smelter Kasus Korupsi Timah, Diperberat Menjadi 18 Tahun Penjara
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Tamron, pemilik CV VIP dan PT MCM, menjadi 18 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan timah PT Timah, dengan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah memperberat vonis Tamron, pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM), terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah. Vonis sebelumnya delapan tahun penjara kini diubah menjadi 18 tahun penjara. Kasus ini melibatkan kerugian negara yang sangat signifikan, mencapai Rp300 triliun, dan melibatkan beberapa perusahaan serta individu lainnya.
Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua Teguh Harianto pada Senin. PT DKI Jakarta menerima permohonan banding dari Tamron, penasihat hukumnya, dan juga penuntut umum. Putusan ini mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 77/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Jkt.Pst. Meskipun denda tetap sebesar Rp1 miliar, pidana pengganti jika denda tak dibayarkan menjadi lebih ringan, yakni enam bulan penjara.
Uang pengganti sebesar Rp3,54 triliun tetap dibebankan, namun subsidernya diperberat menjadi 10 tahun penjara. Masa penahanan yang telah dijalani Tamron akan dikurangkan dari hukuman, dan ia tetap ditahan. Kasus ini melibatkan kerugian negara yang sangat besar, meliputi kerugian atas aktivitas sewa-menyewa alat, pembayaran biji timah, dan kerugian lingkungan.
Kronologi Kasus Korupsi Timah
Tamron terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ia terlibat dalam dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah PT Timah tahun 2015–2022.
Kerugian negara mencapai Rp300 triliun, rinciannya: Rp2,28 triliun dari sewa-menyewa alat pengolahan, Rp26,65 triliun dari pembayaran biji timah kepada mitra tambang, dan Rp271,07 triliun dari kerugian lingkungan. Tamron juga diduga melakukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya sebesar Rp3,66 triliun, yang digunakan untuk membeli berbagai aset, termasuk alat berat, obligasi negara, dan ruko.
Selain Tamron, beberapa pihak lain juga terlibat, termasuk Achmad Albani (General Manager Operational CV VIP dan PT MCM), Hasan Tjhie (Direktur Utama CV VIP), dan Kwan Yung alias Buyung (pengepul bijih timah). Mereka terbukti melakukan pembelian bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, bekerja sama dengan beberapa smelter swasta, seperti PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Detail Kerugian Negara dan TPPU
Besarnya kerugian negara dalam kasus ini menjadi sorotan utama. Rincian kerugian yang mencapai Rp300 triliun menunjukkan skala besarnya praktik korupsi yang dilakukan. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai pengawasan dan tata kelola yang kurang efektif dalam pengelolaan komoditas timah di Indonesia.
Selain itu, terbukti adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Tamron. Penggunaan uang hasil korupsi untuk membeli aset-aset berharga menunjukkan upaya untuk menyembunyikan jejak kejahatan. Proses penyitaan aset-aset tersebut menjadi bagian penting dalam upaya pemulihan kerugian negara.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat vonis Tamron menunjukkan komitmen penegak hukum dalam menindak tegas pelaku korupsi. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi hukum dan integritas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.