Vonis Eks Dirkeu PT Timah Diperberat: 20 Tahun Penjara dan Denda Miliaran Rupiah
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Emil Ermindra, eks Direktur Keuangan PT Timah, menjadi 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar terkait kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menjatuhkan vonis yang lebih berat kepada Emil Ermindra, mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk. periode 2016-2020. Emil terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022. Vonis tersebut dijatuhkan pada Kamis, 27 Februari 2024, setelah Pengadilan Tinggi menerima banding dari jaksa penuntut umum dan Emil sendiri atas vonis sebelumnya.
Hakim Ketua Artha Theresia menyatakan bahwa majelis hakim memperberat hukuman Emil menjadi 20 tahun penjara. Selain itu, Emil juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar, dengan ancaman hukuman tambahan 6 bulan penjara jika denda tersebut tidak dibayar. Kasus ini berdampak pada kerugian negara yang sangat signifikan dan kerusakan lingkungan yang parah.
Putusan banding ini juga mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan Emil, termasuk kesengajaan dalam mengabaikan kebijakan negara dalam pemberantasan korupsi. Kerugian negara akibat penambangan ilegal dalam kasus ini mencapai angka fantastis, serta kerusakan lingkungan yang signifikan turut menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.
Vonis Diperberat untuk Beberapa Terdakwa
Tidak hanya Emil Ermindra, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga memperberat hukuman beberapa terdakwa lain yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Suwito Gunawan alias Awi, pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), divonis 16 tahun penjara, denda Rp1 miliar (subsider 6 bulan kurungan), dan uang pengganti Rp2,2 triliun (subsider 8 tahun penjara).
Robert Indarto, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), juga menerima vonis yang lebih berat, yaitu 18 tahun penjara, denda Rp1 miliar (subsider 6 bulan kurungan), dan uang pengganti Rp1,92 triliun (subsider 10 tahun penjara). Sementara itu, Kwan Yung alias Buyung, seorang pengepul bijih timah, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp750 juta (subsider 6 bulan kurungan).
Perlu dicatat bahwa vonis ini merupakan putusan banding, yang memperberat hukuman yang dijatuhkan pada tingkat pertama. Sebelumnya, Emil divonis 8 tahun penjara dan denda Rp750 juta, sementara Suwito, Robert, dan Buyung masing-masing menerima vonis yang lebih ringan.
Rincian Kerugian Negara
Kasus korupsi ini mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp300 triliun. Rincian kerugian tersebut meliputi:
- Rp2,28 triliun: Kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta.
- Rp26,65 triliun: Kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah.
- Rp271,07 triliun: Kerugian lingkungan.
Besarnya kerugian negara dan dampak lingkungan yang signifikan menjadi pertimbangan utama majelis hakim dalam menjatuhkan vonis yang berat kepada para terdakwa. Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi peringatan bagi pihak lain yang terlibat dalam praktik korupsi serupa.
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini menunjukkan komitmen penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia. Proses hukum yang panjang dan hukuman yang berat diharapkan dapat memulihkan kerugian negara dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat dalam pengelolaan sumber daya alam untuk mencegah eksploitasi dan kerusakan lingkungan.