Eks Direktur PT Timah Divonis 10 Tahun Penjara Kasus Korupsi Timah
Mantan Direktur Operasi Produksi PT Timah, Alwin Albar, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp750 juta karena terbukti korupsi dalam pengelolaan timah, menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.

Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Alwin Albar, mantan Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk periode 2017—2020. Alwin terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015—2022. Sidang yang berlangsung pada Senin lalu menghasilkan putusan ini setelah majelis hakim mempertimbangkan berbagai faktor yang memberatkan dan meringankan.
Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji menyatakan Alwin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Vonis tersebut meliputi pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp750 juta, dengan subsider 6 bulan penjara jika denda tidak dibayar. Alwin dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Alwin dengan pidana penjara 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun penjara. Meskipun demikian, Hakim Ketua menekankan bahwa hukuman tersebut dijatuhkan demi rasa keadilan dan sebagai efek jera bagi masyarakat, mengingat korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang membutuhkan sanksi tegas.
Korupsi yang Menimbulkan Kerugian Negara Triliunan Rupiah
Kasus korupsi ini melibatkan Alwin Albar bersama Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM periode 2015—2022, Bambang Gatot Ariyono, dan mantan Plt. Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung, Supianto. Ketiganya diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Kerugian tersebut terdiri dari beberapa pos, antara lain:
- Rp2,28 triliun kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta.
- Rp26,65 triliun kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah.
- Rp271,07 triliun kerugian lingkungan.
Alwin diduga lalai dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai direksi PT Timah, terutama terkait pengawasan kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Faktor Meringankan dan Memberatkan
Majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis. Hal yang memberatkan antara lain, Alwin tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, pernah dipidana dalam kasus lain, serta kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar. Sementara itu, hal yang meringankan adalah sikap Alwin yang kooperatif dan berterus terang selama persidangan.
Hakim Ketua menekankan pentingnya memberikan sanksi tegas dalam kasus korupsi untuk mencegah tindakan serupa di masa mendatang. Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi di Indonesia. Proses hukum ini juga menjadi sorotan publik, mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.
Kasus ini sekali lagi menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten diperlukan untuk mencegah terjadinya korupsi dan melindungi kepentingan negara.