Wabup Badung Minta Ajukan ke Bapenda Jika Nilai PBB P2 Tidak Sesuai: Ada Kenaikan Mencapai 3.569 Persen?
Wakil Bupati Badung meminta masyarakat yang keberatan dengan nilai Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) Badung untuk melapor ke Bapenda. Kenaikan pajak yang signifikan hingga 3.569 persen menjadi sorotan.

Wakil Bupati Badung, Bagus Alit Sucipta, mengimbau masyarakat Kabupaten Badung yang merasa keberatan dengan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) agar segera mengajukan perubahan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) setempat. Imbauan ini disampaikan menyusul ramainya penolakan biaya pajak di media sosial, terutama terkait kenaikan nilai yang dianggap tidak wajar oleh sebagian warga.
Menurut Bagus Alit Sucipta, masyarakat memiliki hak untuk melaporkan ketidaksesuaian nilai PBB P2 kepada Bapenda. Proses ini memungkinkan dilakukannya pengecekan ulang dan survei lapangan. Jika terbukti lahan tersebut tidak digunakan untuk tujuan komersial, maka nilai PBB P2 dapat dinolkan atau disesuaikan kembali sesuai peruntukannya.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengenaan pajak dilakukan secara adil dan sesuai dengan kondisi riil lahan. Terlebih, bagi lahan yang digunakan sebagai rumah tinggal atau persawahan produktif, Pemkab Badung telah menggratiskan biaya PBB P2 sejak tahun 2017. Namun, sorotan muncul karena adanya kasus kenaikan pajak yang fantastis di beberapa wilayah.
Mekanisme Pengajuan Keberatan PBB P2
Masyarakat yang merasa nilai PBB P2 yang dikenakan tidak sesuai dapat mengajukan permohonan perubahan kepada Bapenda Badung. Proses ini penting agar pihak berwenang dapat melakukan verifikasi langsung di lapangan. Wakil Bupati menekankan perlunya kerja sama dari masyarakat dalam melaporkan kondisi sebenarnya dari lahan mereka.
Seringkali, tim survei di lapangan menemukan bahwa klaim masyarakat mengenai lahan pertanian produktif berbeda dengan kenyataan. Beberapa lahan yang awalnya diklaim sebagai lahan pertanian ternyata telah dialihfungsikan menjadi bangunan komersial. Oleh karena itu, pengajuan keberatan akan diikuti dengan survei untuk memastikan kebenaran data.
Tidak hanya untuk lahan non-komersial, pemilik bangunan komersial yang merasa nilai kenaikan PBB P2 mereka membebani dan tidak sesuai ketentuan juga dapat melapor. Meskipun Pemkab Badung meyakini pengenaan pajak telah sesuai ketentuan dan tidak disamaratakan, mereka tetap terbuka untuk menerima aduan dari para pengusaha.
Latar Belakang Kenaikan PBB P2 dan Kebijakan Pemkab Badung
Kenaikan PBB P2 di Badung dilandasi oleh penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mengacu pada implementasi Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintahan Daerah (HKPD). Penyesuaian ini dilakukan secara berkala, maksimal tiga tahun sekali, sebagai upaya untuk memperbarui nilai objek pajak sesuai kondisi pasar.
Bagus Alit Sucipta menegaskan bahwa Pemkab Badung berupaya untuk tidak memukul rata pengenaan pajak bagi semua jenis usaha komersial. Ia meyakini bahwa setiap pengenaan pajak akan disesuaikan dengan ketentuan usaha masing-masing. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pajak yang proporsional dan adil.
Meskipun demikian, adanya kasus kenaikan yang sangat tinggi memicu kekhawatiran di masyarakat. Pemkab Badung mengajak masyarakat untuk aktif berkoordinasi dengan Bapenda jika menemukan ketidaksesuaian. Ini adalah langkah proaktif dari pemerintah daerah untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan transparansi dalam pengelolaan pajak.
Sorotan Kenaikan Pajak di Wilayah Strategis
Tiga kecamatan di Kabupaten Badung, yaitu Kuta Selatan, Kuta, dan Kuta Utara, menjadi sorotan utama karena mengalami kenaikan PBB P2 yang signifikan. Salah satu contoh kasus yang mencuat adalah di Kuta Utara, di mana seorang warga yang pada tahun 2024 membayar PBB untuk lahan hijaunya sebesar Rp28.774, namun untuk tahun 2025 mendapat tagihan fantastis sebesar Rp1.027.225. Kenaikan ini mencapai 3.569 persen.
Kondisi kenaikan PBB P2 Badung yang ekstrem ini telah menarik perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Badung. DPRD mendesak Pemkab Badung untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih adil bagi masyarakat. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan pentingnya dialog dan evaluasi berkelanjutan antara pemerintah daerah dan masyarakat.
Pemerintah daerah diharapkan dapat meninjau kembali metodologi penentuan NJOP dan PBB P2 agar tidak membebani masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak menggunakan lahannya untuk tujuan komersial. Transparansi dan kemudahan akses informasi mengenai perhitungan pajak juga menjadi kunci untuk menghindari kesalahpahaman dan protes dari warga.