Wamendagri Dalami Usulan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD: Mengapa Wacana Ini Muncul Kembali?
Wacana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD kembali mengemuka dan sedang didalami pemerintah. Apakah ini solusi efisiensi ataukah mengikis demokrasi langsung?

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyatakan, pemerintah tengah serius mendalami usulan pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pendalaman ini dilakukan untuk mengkaji secara komprehensif berbagai aspek terkait wacana tersebut. Pernyataan ini disampaikan Bima Arya saat kunjungan kerjanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Sabtu lalu.
Usulan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD ini kembali mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto menyoroti tingginya biaya politik di Indonesia. Sistem politik yang dinilai mahal dan kurang efisien ini menjadi salah satu pemicu utama pembahasan ulang metode pemilihan kepala daerah. Wacana serupa juga sempat diperkuat oleh Muhaimin Iskandar.
Proses pendalaman usulan ini melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga terkait. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polhukam) turut serta. Bahkan, pembahasan ini juga akan melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memastikan kajian yang menyeluruh.
Wacana Efisiensi dan Koordinasi Pemerintahan
Bima Arya Sugiarto mengungkapkan bahwa salah satu pertimbangan utama di balik pendalaman usulan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD adalah potensi peningkatan efisiensi. Menurutnya, metode ini dapat mengurangi beban finansial negara yang selama ini kerap dialokasikan untuk penyelenggaraan pemilihan langsung. Efisiensi anggaran menjadi poin krusial dalam diskusi ini.
Selain efisiensi, Wamendagri juga menyoroti aspek efektivitas koordinasi pemerintahan. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD diharapkan mampu menciptakan sinergi yang lebih baik antara eksekutif dan legislatif di tingkat daerah. Koordinasi yang kuat ini dapat mempercepat proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik.
Usulan ini dianggap dapat meminimalisir polarisasi politik yang sering terjadi dalam pemilihan langsung. Dengan demikian, fokus pemerintahan daerah bisa lebih terarah pada pembangunan dan pelayanan publik. Hal ini diharapkan dapat menciptakan stabilitas politik yang lebih kondusif bagi kemajuan daerah.
Landasan Konstitusi dan Tafsir Demokratis
Dalam konteks konstitusi, Bima Arya menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) mengatur pemilihan kepala daerah secara demokratis. Namun, kata "demokratis" memiliki tafsiran yang luas dan tidak hanya terbatas pada pemilihan langsung oleh rakyat. Ini membuka ruang bagi opsi pemilihan melalui perwakilan rakyat di DPRD.
Menurut mantan Wali Kota Bogor tersebut, frasa "demokratis" dapat diinterpretasikan sebagai pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui DPRD. Yang terpenting, kepala daerah tidak bisa ditunjuk secara sepihak tanpa melalui proses demokratis. Koridor ini menjadi pijakan utama dalam kajian yang sedang berlangsung.
Diskusi mengenai tafsir demokratis ini menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap perubahan sistem pemilihan tetap sejalan dengan semangat konstitusi. Pemerintah berupaya mencari keseimbangan antara efisiensi tata kelola dan prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku. Hal ini menunjukkan kehati-hatian dalam mengambil keputusan strategis.
Latar Belakang Munculnya Kembali Usulan
Wacana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD sebenarnya bukan hal baru, namun kembali mengemuka setelah Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya. Pada 12 Desember 2024, Presiden Prabowo menyinggung bahwa sistem politik di Indonesia cenderung mahal dan kurang efisien dibandingkan negara tetangga. Pernyataan ini memicu kembali diskusi publik tentang metode pemilihan.
Presiden Prabowo menilai bahwa pemilihan kepala daerah melalui lembaga legislatif dapat menghemat anggaran negara secara signifikan. Pengeluaran besar untuk kampanye dan logistik pemilihan umum dapat diminimalisir. Ini menjadi argumen kuat bagi para pendukung usulan perubahan sistem pemilihan tersebut.
Usulan ini semakin diperkuat oleh Muhaimin Iskandar, salah seorang menteri koordinator di Kabinet Merah Putih. Pada 23 Juli 2025, Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, secara terbuka mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD atau ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat. Dukungan dari tokoh politik senior ini menambah bobot wacana yang sedang didalami.