Wamenlu Usul Gugat Tarif Impor AS ke WTO: Langkah Kolektif Lebih Efektif
Wakil Menteri Luar Negeri RI mengusulkan negara-negara yang terdampak tarif impor AS untuk menggugat secara bersama-sama ke WTO, daripada melakukan negosiasi bilateral.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal yang berdampak pada sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kebijakan ini memicu reaksi dari berbagai pihak, salah satunya Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir. Beliau menyarankan agar negara-negara yang terkena dampak tarif tersebut untuk mengambil langkah kolektif dengan menggugat Amerika Serikat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menurut Wamenlu, langkah individual seperti negosiasi bilateral yang dilakukan beberapa negara, termasuk Indonesia dan Vietnam, kurang efektif. "Kalau kita masih berkomitmen kepada sistem multilateral, semestinya kita ramai-ramai membawa AS ke WTO karena yang dilakukan oleh Presiden Trump melanggar prinsip-prinsip WTO," ujar Wamenlu dalam diskusi "Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global" di Jakarta.
Wamenlu menekankan bahwa tindakan AS tersebut melanggar beberapa prinsip WTO, termasuk prinsip most favoured nation dengan memberlakukan tarif tinggi terhadap produk China dan permintaan penurunan PPN kepada Indonesia yang bertentangan dengan prinsip national treatment. Beliau percaya bahwa gugatan bersama ke WTO akan lebih efektif dan menunjukkan kepercayaan negara-negara terhadap sistem multilateral yang saat ini tengah teruji.
Langkah Kolektif Negara Terdampak
Wamenlu Arrmanatha Nasir menjelaskan bahwa gugatan bersama ke WTO merupakan strategi yang lebih jitu dibandingkan dengan negosiasi bilateral. Hal ini dikarenakan kekuatan kolektif dari negara-negara yang terdampak akan lebih efektif dalam menekan AS untuk mematuhi aturan WTO. Selain itu, langkah ini juga akan memperlihatkan komitmen bersama terhadap sistem perdagangan multilateral yang saat ini tengah dipertanyakan.
Indonesia sendiri, menurut Wamenlu, tengah mempertimbangkan pengiriman tim negosiasi ke AS. Namun, beliau tetap menekankan pentingnya langkah kolektif sebagai solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan. Dengan bersatu, negara-negara yang terdampak dapat mengirimkan pesan yang kuat kepada AS dan memperkuat posisi mereka dalam menghadapi kebijakan proteksionis tersebut.
Lebih lanjut, Wamenlu juga mengingatkan pentingnya perhitungan yang matang dalam merespon kebijakan tarif impor AS. Langkah-langkah mitigasi harus dipersiapkan dengan baik untuk meminimalisir dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Reaksi Internasional dan Pelanggaran WTO
Tidak hanya Indonesia, sejumlah negara lain juga terkena dampak kebijakan tarif impor AS. Awal bulan ini, Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif impor 'resiprokal' kepada puluhan negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif sebesar 32 persen. Meskipun kemudian tarif tersebut diturunkan menjadi 10 persen, namun kebijakan ini tetap memicu kontroversi.
AS juga telah menaikkan tarif impor untuk produk China hingga 145 persen, yang dibalas oleh China dengan tarif impor produk AS sebesar 125 persen. Situasi ini semakin memperlihatkan ketegangan perdagangan global. Laporan dari Sputnik menyebutkan bahwa sekitar 20 negara anggota WTO, termasuk China, Swiss, Norwegia, Kazakhstan, Selandia Baru, Inggris Raya, Australia, Singapura, Kanada, dan Jepang, telah mengkritik kebijakan tarif impor AS dalam rapat Dewan Perdagangan Barang WTO.
Kritik tersebut menunjukkan keprihatinan internasional terhadap kebijakan AS yang dinilai melanggar prinsip-prinsip WTO. Langkah kolektif untuk menggugat AS ke WTO menjadi semakin penting untuk menegakkan aturan perdagangan internasional dan mencegah tindakan proteksionis yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi global.
Langkah-langkah mitigasi dan respons terhadap tarif impor AS harus diperhitungkan secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian nasional dan juga komitmen terhadap sistem perdagangan multilateral. Gugatan bersama ke WTO menjadi salah satu opsi yang patut dipertimbangkan untuk menghadapi situasi ini.