Warga Bantaran Kali Serang Tolak Relokasi Rusunawa: Minta Kompensasi, Bukan Hunian
Program normalisasi Kali Sukadana, Kota Serang, menuai penolakan warga terdampak yang menolak relokasi ke rusunawa dan meminta kompensasi dari pemerintah.

Serang, 16 Mei 2024 - Program normalisasi Kali Sukadana di Kota Serang, Banten, menimbulkan polemik. Sejumlah warga bantaran kali yang terdampak menolak relokasi ke rumah susun sewa (Rusunawa) dan meminta pemerintah memberikan kompensasi atas kerugian yang mereka alami.
Penolakan ini mencuat setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Serang mengumumkan rencana relokasi warga terdampak normalisasi. Sebanyak 244 bangunan di lingkungan Sukadana, RT 01 sampai RT 05, Kecamatan Kasemen, akan terdampak proyek ini. Warga merasa relokasi ke Rusunawa bukanlah solusi tepat, mengingat jarak yang jauh dari akses pendidikan dan pekerjaan.
Ruhyi Muhamad Hasuri, salah satu warga Sukadana, mengungkapkan dukungannya terhadap program normalisasi kali untuk mencegah banjir. Namun, ia dan warga lainnya merasa resah dengan rencana relokasi ke Rusunawa. "Kami sangat mendukung normalisasi, karena itu tugas wali kota. Tapi relokasi ke rusunawa bukan solusi, akses ke sekolah dan tempat kerja jadi jauh," ujarnya.
Relokasi Rusunawa: Jarak dan Aksesibilitas Jadi Masalah
Warga menyatakan keprihatinan atas jarak Rusunawa yang dinilai jauh dari pusat kegiatan mereka. Hal ini akan menyulitkan anak-anak mereka untuk bersekolah dan warga untuk bekerja. Mereka mempertanyakan kenyamanan dan aksesibilitas di Rusunawa tersebut. "Menurut kami itu bukan solusi, karena kalau kita tinggal di sana untuk akses juga jauh anak-anak mau sekolah jauh, kami mau bekerja ke Kota pun jauh. Pasti akan sangat tidak nyaman," ungkap Ruhyi.
Ketidaknyamanan ini diperparah dengan kekhawatiran akan meningkatnya biaya hidup akibat jarak yang jauh. Warga merasa perlu mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial dalam mencari solusi relokasi yang lebih tepat. Mereka berharap pemerintah dapat menyediakan solusi yang lebih komprehensif dan mempertimbangkan kebutuhan warga.
Sebagai perbandingan, warga mencontohkan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedy Mulyadi, yang memberikan kompensasi kepada warga terdampak proyek serupa. Mereka berharap Pemkot Serang dapat meniru kebijakan tersebut tanpa melanggar hukum. "Dedy Mulyadi saja bisa ngasih kompensasi dan tidak melanggar hukum, apa tidak bisa disamakan seperti itu?" tanya Ruhyi.
Pemkot Serang: Tak Ada Kompensasi, Sewa Rusunawa Bisa Digratiskan
Wali Kota Serang, Budi Rustandi, menjelaskan bahwa berdasarkan aturan yang berlaku, tidak ada kompensasi atau ganti rugi yang diberikan kepada warga yang tinggal di bantaran sungai. Beliau beralasan bangunan tersebut berdiri di atas tanah milik negara, sehingga warga dianggap telah melakukan pelanggaran.
Meskipun demikian, Budi Rustandi menyatakan kesiapan Pemkot Serang untuk memfasilitasi warga di Rusunawa Margaluyu, Kasemen. Lebih lanjut, beliau menyatakan kemungkinan penggratisan biaya sewa Rusunawa, namun hal tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut. "Sesuai instruksi dan aturan, memang tidak ada kompensasi ganti rugi pakai uang negara. Makanya, kami siapkan di Rusunawa Margaluyu, Kasemen. Dan untuk biaya sewa bisa saja digratiskan, hal itu akan kita kaji kembali bersama," katanya.
Pemkot Serang perlu mempertimbangkan solusi alternatif yang lebih humanis dan memperhatikan aspek sosial ekonomi warga terdampak. Komunikasi yang lebih intensif dan transparan antara pemerintah dan warga sangat penting untuk mencapai solusi yang adil dan diterima semua pihak.
Total 244 bangunan di wilayah tersebut akan terdampak program normalisasi. Pemerintah perlu memastikan bahwa relokasi dan solusi yang ditawarkan benar-benar memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan warga.
Permasalahan ini menunjukan pentingnya perencanaan yang matang dan partisipasi warga dalam setiap proyek pembangunan yang berdampak pada masyarakat. Solusi yang komprehensif dan berkeadilan sangat penting untuk menjaga harmoni dan kesejahteraan masyarakat.