Warga Majalengka Terancam 25 Tahun Penjara di Ethiopia, Pemerintah Upayakan Bantuan Hukum
Linda Yuliana, warga Majalengka, terancam hukuman 25 tahun penjara di Ethiopia karena kasus narkoba; Pemerintah Indonesia berupaya memberikan bantuan hukum dan perlindungan.

Majalengka, 5 Maret 2025 - Linda Yuliana (28), warga Majalengka, Jawa Barat, saat ini tengah menghadapi ancaman hukuman 25 tahun penjara dan denda 500 ribu dolar AS di Ethiopia. Ia ditahan atas tuduhan penyelundupan narkotika. Peristiwa ini telah mendorong Pemerintah Kabupaten Majalengka, melalui Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi, dan UKM (DK2UKM), untuk mengupayakan bantuan hukum bagi Linda.
Kepala DK2UKM Kabupaten Majalengka, Arif Daryana, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi ke Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada Oktober 2024 untuk meminta bantuan. Informasi terbaru menunjukkan pemerintah pusat telah mengambil langkah untuk memastikan hak hukum Linda terlindungi. "Yang jelas informasi ini telah sampai ke pihak berwenang dan pemerintah telah turun tangan untuk memberikan pendampingan," ujar Arif.
Keberangkatan Linda ke Ethiopia menggunakan visa wisata menimbulkan indikasi kuat bahwa keberangkatannya bukan melalui jalur resmi sebagai pekerja migran. "Namanya tidak terdaftar dalam basis data pekerja di kementerian terkait," tambah Arif. Menurut keterangan keluarga, Linda diduga dijebak saat mengantarkan paket yang berisi narkotika.
Perjuangan Hukum dan Kondisi Linda di Ethiopia
Sidang lanjutan kasus Linda kembali ditunda hingga 12 Maret 2025. Ketua Forum Migran Majalengka, Ida Neni Wahyuni, mengungkapkan bahwa penundaan ini terjadi karena pengacara yang ditunjuk pemerintah baru hadir dalam persidangan terakhir. Sebelumnya, Linda telah menjalani enam kali sidang tanpa pendampingan hukum. Hakim bahkan meminta Linda menghadirkan saksi dari Indonesia.
"Namun, pihak keluarga dan komunitas kami kesulitan memenuhi permintaan tersebut," kata Ida Neni Wahyuni. Ancaman hukuman berat dan denda yang tinggi membuat situasi semakin mencekam. Jika Linda tidak mampu membayar denda, hukumannya berpotensi bertambah.
Selain masalah hukum, kondisi Linda di Penjara Kaliti juga memprihatinkan. Ia dilaporkan sakit, kekurangan makanan, dan minim pakaian. "Linda dalam keadaan sakit, kekurangan makanan, serta minim pakaian. Dia hanya memiliki tiga potong pakaian dan harus bertahan dengan air pompa," ungkap Ida Neni Wahyuni.
Informasi yang dihimpun menyebutkan Linda direkrut oleh seseorang bernama Dinda dengan iming-iming pekerjaan sebagai jasa titip (jastip) serbuk emas. Namun, barang yang dikirim ternyata berisi narkoba dalam bentuk coklat dan sabun. Linda dijanjikan upah Rp15 juta per perjalanan dan kesempatan berkeliling negara. Ia berangkat dengan keyakinan karena direkrut oleh teman sendiri.
Upaya Pemerintah dan Dukungan Masyarakat
Meskipun keberangkatan Linda bersifat nonprosedural, pemerintah tetap berkomitmen memberikan perlindungan dan pendampingan hukum. "Dalam situasi seperti ini, yang menjadi prioritas adalah perlindungan terhadap warga negara kita, bukan sekadar status keberangkatannya," tegas Arif Daryana. Pemerintah pusat dan daerah terus berupaya untuk membantu Linda melalui jalur diplomasi dan hukum.
Kasus Linda Yuliana menyoroti pentingnya perlindungan bagi pekerja migran Indonesia, baik yang berangkat melalui jalur resmi maupun non-resmi. Peristiwa ini juga menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan dan verifikasi informasi sebelum menerima tawaran pekerjaan di luar negeri. Dukungan dari masyarakat dan komunitas migran sangat dibutuhkan untuk membantu Linda dan keluarganya melewati masa sulit ini.
Pemerintah Kabupaten Majalengka dan berbagai pihak terkait terus berkoordinasi untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan Linda mendapatkan perlakuan manusiawi selama masa penahanan. Semoga upaya bantuan hukum yang dilakukan dapat meringankan beban dan memberikan keadilan bagi Linda Yuliana.