Waspada Leptospirosis! Pakar Kesehatan Ingatkan Warga Terdampak Banjir Jakarta
Banjir Jakarta meningkatkan risiko leptospirosis; pakar kesehatan ingatkan warga waspada dan jaga kebersihan untuk cegah penyakit akibat bakteri dari air kencing tikus.

Banjir yang melanda Jakarta dalam tiga hari terakhir, akibat hujan deras sejak Minggu (2/3), telah menimbulkan kekhawatiran akan merebaknya penyakit leptospirosis. Prof. Tjandra Yoga Aditama, pakar kesehatan, mengingatkan warga terdampak banjir untuk waspada terhadap penyakit yang ditularkan melalui air kencing dan kotoran tikus ini. Peringatan ini disampaikan melalui pesan teks pada Rabu (5/3), menyusul laporan banjir yang masih melanda sejumlah wilayah di Jakarta.
Menurut Prof. Tjandra, "Pada saat terjadi banjir, tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan ikut keluar menyelamatkan diri. Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia dimana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut." Kontak langsung dengan air banjir yang terkontaminasi bakteri leptospira, terutama bagi mereka yang memiliki luka terbuka, meningkatkan risiko infeksi. Oleh karena itu, kewaspadaan dan langkah pencegahan sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Direktur Penyakit Menular WHO Kantor Regional Asia Tenggara 2018-2020 ini menjelaskan potensi penularan leptospirosis. Seseorang yang memiliki luka dan terendam air banjir yang tercampur dengan kotoran atau urine tikus berisiko tinggi terinfeksi. Gejala klinis leptospirosis meliputi demam tinggi (di atas 38 derajat Celcius), sakit kepala, kelemahan tubuh, nyeri betis, kesulitan berjalan, kemerahan pada selaput putih mata, dan bahkan kekuningan (ikterik) pada mata dan kulit.
Cegah Leptospirosis dan Penyakit Lainnya Pasca Banjir
Untuk mencegah leptospirosis, Prof. Tjandra menyarankan beberapa langkah penting. Utamakan kebersihan lingkungan untuk menekan populasi tikus. Hindari kontak langsung dengan air banjir, terutama jika memiliki luka terbuka. Gunakan pelindung kaki seperti sepatu bot jika terpaksa harus melewati genangan air banjir. "Segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala dan menggigil," imbau Prof. Tjandra.
Selain leptospirosis, banjir juga meningkatkan risiko penyakit lain seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit (infeksi dan alergi), demam tifoid, dan demam berdarah dengue (DBD). Khususnya di lokasi pengungsian, keterbatasan fasilitas dan sarana, termasuk air bersih, menjadi perhatian serius. Sumber air minum dari sumur dangkal rentan tercemar, meningkatkan risiko diare.
Untuk itu, warga di pengungsian diimbau untuk merebus air minum hingga mendidih, menjaga kebersihan lingkungan, menghindari tumpukan sampah, dan rajin mencuci tangan dengan sabun sebelum makan/minum dan setelah buang air. Kondisi tempat pengungsian yang padat juga meningkatkan risiko penularan ISPA dan penyakit kulit.
Kondisi Banjir di Jakarta dan Imbauan BPBD
Banjir yang melanda Jakarta telah berangsur surut, namun masih menyisakan dampak. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta pada Selasa (4/3) menunjukkan masih ada 85 RT yang terdampak banjir. Ketinggian air bervariasi, dengan beberapa titik mencapai satu hingga dua meter. BPBD terus memantau situasi dan memberikan bantuan kepada warga terdampak.
Meskipun banjir telah surut, kewaspadaan terhadap penyakit tetap penting. Masyarakat diimbau untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan, menghindari kontak dengan air kotor, dan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala penyakit pasca banjir. Kebersihan dan kewaspadaan adalah kunci untuk mencegah penyebaran penyakit dan menjaga kesehatan masyarakat.
Langkah-langkah pencegahan yang telah dijelaskan di atas perlu diterapkan secara konsisten untuk meminimalisir risiko terkena leptospirosis dan penyakit lainnya. Kerja sama antara pemerintah, petugas kesehatan, dan masyarakat sangat penting dalam menghadapi dampak kesehatan pasca banjir.