WTO Menangkan Gugatan Indonesia Soal Biofuel Sawit EU
WTO memenangkan gugatan Indonesia terhadap kebijakan Uni Eropa yang diskriminatif terhadap biofuel sawit, membuka peluang bagi Indonesia untuk memperjuangkan akses pasar yang adil dan percepatan negosiasi IEU-CEPA.
Indonesia berhasil memenangkan gugatannya di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan Uni Eropa (EU) yang dianggap mendiskriminasi biofuel sawit Indonesia. Keputusan WTO ini diumumkan Jumat lalu, memberikan angin segar bagi produsen sawit terbesar dunia.
Kemenangan di WTO
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan kemenangan ini sebagai hasil perjuangan panjang melawan praktik diskriminatif Uni Eropa. Putusan WTO membuktikan adanya diskriminasi Uni Eropa terhadap sawit dan biodiesel Indonesia dalam regulasi biofuel mereka.
Latar Belakang Gugatan
Indonesia mengajukan gugatan ke WTO pada 2019. Uni Eropa kala itu memutuskan bahwa biodiesel sawit tidak dapat dikategorikan sebagai biofuel karena dianggap berkontribusi pada deforestasi dan penggunaannya di sektor transportasi akan dihapus secara bertahap antara 2023 dan 2030. Langkah ini dinilai Indonesia sebagai tindakan diskriminatif.
Temuan WTO
Panel WTO menyatakan beberapa aspek implementasi dan desain kebijakan Uni Eropa tersebut bertentangan dengan aturan WTO. Uni Eropa dinilai gagal mengevaluasi data yang digunakan untuk menentukan biofuel berisiko tinggi perubahan penggunaan lahan tidak langsung (high ILUC). Selain itu, terdapat kekurangan dalam persiapan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi risiko ILUC rendah dalam kebijakan iklim Uni Eropa, yaitu Renewable Energy Directive II (REDD II). Uni Eropa juga memberikan insentif pajak yang diskriminatif, hanya untuk biofuel kedelai dan bunga matahari, bukan sawit.
Dampak Putusan
Putusan ini akan mengikat Indonesia dan Uni Eropa dalam 60 hari ke depan, kecuali jika diajukan banding. Airlangga Hartarto memperkirakan putusan ini akan berdampak pada peraturan anti-deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang mengharuskan eksportir membuktikan sawit mereka bebas deforestasi sebelum memasuki pasar Eropa. Uni Eropa sendiri telah menunda implementasi EUDR untuk perusahaan besar dan menengah hingga akhir tahun ini, dan untuk usaha mikro dan kecil hingga Juni 2026. Penundaan ini menunjukkan ketidakpastian Uni Eropa.
Dampak Positif bagi Indonesia
Kemenangan di WTO ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam melawan EUDR dan mempercepat negosiasi perjanjian perdagangan Indonesia-EU (IEU-CEPA). Airlangga menekankan bahwa Indonesia akan terus menentang kebijakan yang diskriminatif dan tidak pro-rakyat, mengingat petani kecil menyumbang lebih dari 41 persen perkebunan sawit di Indonesia.
Kesimpulan
Kemenangan Indonesia di WTO atas gugatan biofuel sawit menjadi bukti keberhasilan Indonesia dalam memperjuangkan keadilan dan akses pasar yang setara. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam perdagangan internasional dan mempercepat penyelesaian negosiasi IEU-CEPA.