Hipertensi di Indonesia: Tantangan Diagnosa, Pengobatan, dan Pola Hidup
Tingginya kasus hipertensi tak terdiagnosa, rendahnya kepatuhan berobat, dan kendala akses kesehatan menjadi tantangan utama dalam mengatasi hipertensi di Indonesia, menurut Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (INASH).

Jakarta, 21 Februari 2024 (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (INASH) mengungkapkan tantangan besar dalam mengatasi hipertensi di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Tantangan tersebut meliputi tingginya kasus hipertensi yang tidak terdiagnosa, rendahnya kepatuhan pasien dalam pengobatan, dan kurangnya intensifikasi pengobatan oleh tenaga medis (clinical inertia).
Ketua INASH, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.N, menjelaskan dalam temu media di Jakarta bahwa permasalahan hipertensi di Indonesia mirip dengan negara-negara Asia Pasifik lainnya. Selain tiga poin utama tersebut, kendala lain meliputi kurangnya pengetahuan masyarakat tentang risiko dan komplikasi hipertensi, kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi garam, terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan, faktor sosial ekonomi dan budaya, serta kurangnya promosi gaya hidup sehat.
Data Riskesdas 2018 menunjukkan hanya sepertiga pasien hipertensi di Indonesia yang mencapai target pengobatan. Survei MMM oleh INASH memperkuat data ini, dengan hanya 38,2 persen pasien mencapai target. Untuk mencapai target pengendalian hipertensi sebesar 50 persen, lebih dari 24,3 juta penduduk Indonesia dengan hipertensi membutuhkan pengobatan efektif, menurut dr. Eka.
Kasus Hipertensi di Indonesia dan Global
Data WHO tahun 2023 menunjukkan sekitar 1,28 miliar penduduk dunia berusia 30-79 tahun mengidap hipertensi, dengan hampir dua pertiga di negara berkembang. Sayangnya, kurang dari 42 persen terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan, dan hanya 21 persen yang mencapai target pengobatan. Meskipun Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan penurunan prevalensi hipertensi dari 30,8 persen menjadi 24,1 persen pada tahun 2018, angka ini masih mengkhawatirkan.
"Makanya selalu kami tekankan bahwa pengendalian tekanan sangat penting untuk menghindari komplikasi hipertensi seperti stroke, jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal, kebutaan dan kepikunan," tegas dr. Eka.
Faktor risiko utama hipertensi di Indonesia meliputi merokok, obesitas, dan konsumsi garam berlebih. Untuk mencegah hipertensi, dr. Eka menyarankan perubahan pola hidup sehat, pembatasan asupan garam, dan pemantauan tekanan darah secara rutin.
Pentingnya Skrining dan Pendekatan Genomik
Skrining hipertensi secara intensif sangat penting untuk deteksi dini dan pengobatan tepat waktu. Selain itu, dr. Eka menekankan pentingnya pendekatan genomik dalam memahami dan mencegah hipertensi. Penelitian menunjukkan bahwa 60,1 persen kasus hipertensi berkaitan dengan faktor genetik.
"Belakangan ini tes genomik juga semakin populer dalam dunia kesehatan, sebagai salah satu inovasi yang membantu mendeteksi dini penyakit tertentu termasuk hipertensi. Genomik adalah studi tentang profil gen yang ada di dalam DNA manusia," jelasnya.
Dr. Eka juga merekomendasikan agar pemerintah mempelajari kembali pedoman penanganan hipertensi dari INASH dan membuat regulasi yang tegas terkait batasan konsumsi garam, terutama pada makanan kemasan dan makanan beku. Masyarakat juga didorong untuk rajin membaca label makanan untuk mengetahui kandungan garam.
Upaya Bersama untuk Mengatasi Hipertensi
Mengatasi masalah hipertensi membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, melakukan kampanye kesehatan publik yang efektif, dan membuat regulasi yang mendukung pencegahan dan pengobatan hipertensi. Tenaga kesehatan perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mendiagnosis dan mengelola hipertensi, serta meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan pedoman pengobatan. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam menjaga pola hidup sehat, memantau tekanan darah secara rutin, dan mengikuti anjuran dokter.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan angka kejadian dan komplikasi hipertensi di Indonesia dapat ditekan secara signifikan.