Lonjakan Pembiayaan Gagal Ginjal BPJS Kesehatan Capai Rp11 Triliun
Peningkatan akses layanan kesehatan dan kenaikan tarif perawatan berkontribusi pada lonjakan pembiayaan gagal ginjal BPJS Kesehatan hingga Rp11 triliun di tahun 2024.

Jakarta, 12 Maret 2025 - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat lonjakan signifikan pada pembiayaan pengobatan penyakit ginjal kronis. Angka tersebut meningkat drastis hingga mencapai Rp11 triliun di tahun 2024. Kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk peningkatan jumlah pasien yang menjalani perawatan, kenaikan tarif rumah sakit dan obat-obatan, serta peningkatan kasus gagal ginjal kronis, terutama di kalangan generasi muda.
Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani, menjelaskan bahwa peningkatan aksesibilitas layanan kesehatan menjadi salah satu faktor utama. Lebih banyak rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan menyediakan layanan hemodialisis (cuci darah), sehingga lebih banyak pasien dapat mengakses perawatan. "Memang jumlah pasiennya meningkat, aksesibilitas kan terbuka ya. Jumlah rumah sakit yang kerja sama pembukaan HD center itu lebih banyak," ujar Ari dalam jumpa pers World Kidney Day 2025 di Jakarta.
Perlu diketahui, pembiayaan perawatan penyakit ginjal kronis BPJS Kesehatan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dari hanya Rp6,5 triliun pada tahun 2019, angka ini melonjak menjadi Rp11 triliun pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan peningkatan beban biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan dalam menanggulangi penyakit ginjal kronis di Indonesia.
Peningkatan Akses dan Kasus Gagal Ginjal
Peningkatan jumlah pasien yang menjalani perawatan hemodialisis merupakan faktor utama penyebab lonjakan pembiayaan. Hal ini tak lepas dari meningkatnya aksesibilitas layanan kesehatan, terutama dengan bertambahnya jumlah rumah sakit yang menyediakan layanan cuci darah dan terafiliasi dengan BPJS Kesehatan. Lebih mudahnya akses ini membuat lebih banyak pasien yang terdiagnosis dan mendapatkan perawatan.
Selain itu, peningkatan kasus gagal ginjal kronis, termasuk di kalangan generasi muda, juga berkontribusi pada lonjakan biaya. Ari Dwi Aryani menuturkan, "Masyarakat yang sakit non communicable disease (penyakit tidak menular kronis) meningkat juga banyak. Tetapi akses yang terbuka itu yang lebih menunjang untuk orang dengan mudah datang ke fasilitas kesehatan." Hal ini menunjukkan perlunya upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit ginjal kronis.
BPJS Kesehatan juga telah berupaya mempermudah akses layanan bagi penderita gagal ginjal. Pasien tidak perlu lagi kembali ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) untuk memperpanjang surat rujukan jika memerlukan layanan hemodialisis terus menerus. Perpanjangan surat rujukan dapat dilakukan langsung di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKTRL) tempat pasien melakukan hemodialisis. Fasilitas ini juga telah terintegrasi dengan aplikasi mobile JKN.
Kenaikan Tarif Perawatan dan Obat-obatan
Faktor lain yang turut berkontribusi terhadap peningkatan pembiayaan adalah kenaikan tarif perawatan di rumah sakit dan harga obat-obatan. Ari menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Kesehatan nomor 3 tahun 2023 telah menaikkan tarif di rumah sakit, termasuk untuk layanan hemodialisis dan obat-obatan. Kenaikan ini secara langsung berdampak pada peningkatan total biaya yang ditanggung BPJS Kesehatan.
Meskipun demikian, BPJS Kesehatan tetap berkomitmen untuk menjamin layanan kesehatan bagi penderita gagal ginjal. Semua layanan terkait penyakit gagal ginjal, mulai dari skrining untuk deteksi dini, hemodialisis (cuci darah) dan CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis), hingga transplantasi ginjal, dijamin oleh BPJS Kesehatan. Hal ini menunjukkan komitmen BPJS Kesehatan untuk memberikan akses perawatan yang komprehensif bagi para penderitanya.
Ke depan, perlu adanya upaya kolaboratif antara pemerintah, BPJS Kesehatan, dan tenaga kesehatan untuk mengendalikan peningkatan biaya pengobatan penyakit ginjal kronis. Upaya pencegahan dan deteksi dini menjadi sangat penting untuk menekan jumlah kasus baru dan mengurangi beban biaya di masa mendatang. Selain itu, perlu juga dilakukan evaluasi secara berkala terhadap tarif perawatan dan harga obat-obatan untuk memastikan keberlanjutan program jaminan kesehatan ini.