Mengenal SVT: Gangguan Irama Jantung yang Umum Menyerang Usia Muda, Kenali Penyebab dan Cara Mengatasinya!
SVT adalah gangguan irama jantung dengan detak jantung terlalu cepat, berpotensi mengancam jiwa, dan sering dialami usia muda. Kenali penyebab dan cara mengatasinya!

Supraventricular Tachycardia (SVT) adalah gangguan irama jantung yang ditandai dengan detak jantung yang terlalu cepat. Kondisi ini dapat menyerang berbagai kalangan usia, termasuk usia muda, dan berpotensi mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan tepat. Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah subspesialis aritmia dari RS Siloam TB Simatupang, dr. Dony Yugo Hermanto, Sp.JP (K), FIHA, menjelaskan bahwa SVT yang dibiarkan tanpa penanganan dapat memicu komplikasi serius seperti gagal jantung, stroke, hingga kematian.
Aritmia sendiri secara umum terbagi menjadi tiga jenis utama, yaitu irama jantung yang lebih cepat dari normal (tachycardia), irama jantung yang lebih lambat dari normal (bradycardia), dan irama jantung yang tidak beraturan (flutter). Penting untuk memahami perbedaan ini agar dapat mengenali gejala dan mencari pertolongan medis yang tepat.
Untuk mengukur detak jantung secara mandiri, Anda dapat meletakkan jari pada nadi di pergelangan tangan. Hitung jumlah denyutan selama 15 detik, kemudian kalikan hasilnya dengan empat untuk mendapatkan jumlah denyut jantung per menit. Kisaran detak jantung normal bervariasi berdasarkan usia, mulai dari 100-160 bpm pada bayi baru lahir hingga 60-100 bpm pada remaja dan dewasa.
Penyebab dan Gejala SVT yang Perlu Diwaspadai
SVT ditandai dengan detak jantung yang sangat cepat, melebihi 150 denyut per menit. Kondisi ini seringkali membuat penderita merasakan jantung berdebar kencang. Menurut dr. Dony, jantung berdebar saat berolahraga atau melakukan aktivitas fisik adalah hal yang wajar. Namun, detak jantung yang cepat secara tiba-tiba saat sedang beristirahat atau duduk tenang harus diwaspadai sebagai gejala SVT.
SVT dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk proses degeneratif akibat penuaan yang menyebabkan perubahan struktur jantung. Beberapa pasien SVT mungkin hanya merasakan ketidaknyamanan di dada tanpa menyadari bahwa detak jantung mereka meningkat drastis, bahkan saat sedang beristirahat.
Gangguan irama ini seringkali berlangsung singkat, antara 2 hingga 3 jam, dan menghilang secara spontan. Selama episode SVT, pasien mungkin merasa ingin muntah atau batuk. Penting untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala-gejala ini.
Komplikasi Serius Akibat SVT yang Tidak Ditangani
Jika SVT tidak segera ditangani, terdapat potensi komplikasi serius yang dapat terjadi. Pertama, denyut jantung dapat meningkat secara ekstrem hingga menyebabkan pingsan. Kedua, pada kasus kelainan irama jantung bawaan tertentu, denyut jantung dapat melonjak hingga 300 bpm, yang sangat berbahaya karena dapat memicu kematian mendadak.
Ketiga, gangguan irama dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan irama lain yang lebih kompleks, yaitu atrial fibrillation (AF) dengan risiko gagal jantung dan stroke. Oleh karena itu, penanganan SVT yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Untuk mencegah komplikasi, SVT dapat ditangani melalui prosedur medis yang disebut ablasi. Prosedur ini bertujuan untuk mengatasi jalur listrik abnormal di jantung secara permanen.
Ablasi: Prosedur Efektif untuk Mengatasi SVT
SVT terjadi akibat adanya generator atau jalur listrik tambahan di jantung yang memicu gangguan irama. Untuk mengatasi hal ini, dokter dapat melakukan prosedur ablasi, yaitu dengan mencari dan menonaktifkan jaringan listrik berlebih tersebut. Proses ini dilakukan dengan pemanasan menggunakan energi frekuensi radio (radio-frequency/RF) untuk menghentikan aktivitas listrik abnormal di area yang bermasalah.
dr. Dony menjelaskan bahwa prosedur ablasi memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dalam mengatasi SVT, yakni sekitar 90-95 persen. Pasien yang dapat menjalani prosedur ablasi bervariasi, mulai dari anak-anak hingga lansia. Di RS Siloam TB Simatupang, prosedur ablasi dapat dilakukan pada anak berusia 5 tahun hingga pasien berusia lebih dari 70 tahun.
Ablasi bukanlah operasi dengan pembelahan dada (torakotomi), melainkan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pangkal paha. Kateter akan melewati pembuluh darah besar menuju jantung. Dalam prosedur ini, dokter akan menghancurkan bagian kecil jaringan jantung yang menjadi sumber gangguan listrik.
Prosedur ablasi menggunakan teknologi pemetaan jantung dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D). Meskipun sebagian besar prosedur menggunakan pemetaan 2D, pemetaan 3D menawarkan detail yang lebih mendalam, sehingga memungkinkan tindakan yang lebih akurat. Teknologi 3D ini umumnya digunakan untuk kasus-kasus yang lebih kompleks. Saat ini, RS Siloam TB Simatupang telah dilengkapi dengan peralatan terbaru tiga dimensi untuk melaksanakan prosedur ablasi tersebut.
Salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah jika lokasi jaringan yang perlu dihancurkan berada terlalu dekat dengan jalur utama sistem listrik jantung. Bila jalur utama ini terkena panas saat proses ablasi, fungsi penghantar listrik jantung bisa terganggu. Jika hal itu terjadi, dokter mungkin perlu memasang alat pacu jantung di bawah kulit untuk membantu mengatur detak jantung secara normal. Selain itu, area pangkal paha yang dimasukkan kateter berisiko mengalami bengkak usai ablasi.
SVT adalah kondisi yang perlu diwaspadai, terutama jika Anda merasakan gejala jantung berdebar kencang secara tiba-tiba saat sedang beristirahat. Segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Dengan penanganan yang tepat, komplikasi serius akibat SVT dapat dicegah, dan kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.