Puasa Intermiten: Cara Baru Cegah Risiko Kanker?
Yayasan Kanker Indonesia (YKI) ungkap puasa intermiten, pola diet dengan batasan waktu makan, berpotensi mencegah risiko kanker dengan cara tubuh membakar sel-sel berbahaya, termasuk sel kanker.

Jakarta, 19 Februari 2024 - Yayasan Kanker Indonesia (YKI) baru-baru ini menyatakan bahwa puasa intermiten, sebuah pola makan yang mengatur waktu makan dan puasa, berpotensi besar dalam mencegah risiko kanker. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum YKI, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP, usai diskusi bertajuk "Kanker Tidak Menunggu, Kenapa Kita Menunggu? Deteksi Dini, Selamatkan Hidup" di Jakarta Pusat.
Menurut Prof. Aru, mekanisme pencegahan kanker melalui puasa intermiten terjadi karena saat tubuh berpuasa dan kekurangan asupan makanan, metabolisme tubuh akan secara otomatis mencari sumber energi alternatif. Sumber energi ini, diyakini Prof. Aru, berasal dari sel-sel yang tidak berguna atau bahkan berbahaya bagi tubuh, termasuk sel kanker yang baru mulai berkembang.
Lebih lanjut, Prof. Aru menjelaskan bahwa "Badan kamu nanti akan kebingungan mencari energi, jadi dia mengambil sel-sel yang tidak ada gunanya dalam tubuh, sel-sel yang beracun, sel-sel yang toksik. Kita harapkan sel-sel kanker yang baru mau mulai dia dimakan sama tubuh." Hal ini menunjukkan potensi besar puasa intermiten sebagai metode pencegahan kanker yang alami dan relatif mudah diterapkan.
Manfaat Puasa Intermiten untuk Pencegahan Kanker
Prof. Aru menyarankan pola puasa intermiten 16/8, yaitu 16 jam berpuasa dan 8 jam makan, atau metode OMAD (One Meal a Day) dengan satu kali makan dalam sehari. Namun, penting untuk diingat bahwa pola ini harus diimbangi dengan asupan nutrisi yang tepat saat jam makan.
Ia menekankan pentingnya mengonsumsi makanan bergizi seimbang selama jam makan, dengan mengurangi atau menghindari konsumsi daging merah dan makanan olahan (ultra-processed food). "Pada jam makannya harus yang bagus. Makan yang seimbang, ada sayur, buah, karbohidratnya jangan banyak-banyak, protein, yang penting jangan kebanyakan daging merah," jelas Prof. Aru.
Penerapan puasa intermiten dapat dilakukan secara fleksibel, misalnya lima hari dalam seminggu atau dengan pola jadwal lain yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan individu. Bahkan, Prof. Aru memberikan saran khusus bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan, yaitu berbuka puasa hanya dengan air putih dan mengonsumsi makanan berat setelah shalat Tarawih agar tetap mencapai durasi puasa 16 jam.
"Jadi begitu maghrib cuma minum air putih, karena baru 12 jam kan. Mungkin sudah Isya baru makan supaya tetap 16 jam (berpuasa)," tambahnya.
Pola Makan Seimbang Tetap Penting
Meskipun puasa intermiten menawarkan potensi pencegahan kanker, Prof. Aru menegaskan bahwa pola makan seimbang tetap menjadi kunci utama kesehatan. Puasa intermiten bukan pengganti pola hidup sehat, melainkan sebagai salah satu strategi tambahan untuk mengurangi risiko penyakit, termasuk kanker.
Penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi sebelum memulai program puasa intermiten, terutama bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu. Mereka dapat memberikan panduan yang tepat dan memastikan program tersebut aman dan efektif bagi setiap individu.
Kesimpulannya, puasa intermiten menawarkan potensi menarik sebagai metode pencegahan kanker. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada penerapan pola makan yang sehat dan seimbang selama jam makan, serta konsultasi dengan tenaga medis profesional untuk memastikan keamanan dan efektivitasnya.