10 Fintech Lending Belum Penuhi Ekuitas Minimum Rp7,5 Miliar, OJK Beri Sanksi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 10 fintech lending belum memenuhi ekuitas minimum Rp7,5 miliar dan telah dikenai sanksi administratif, sementara industri pindar secara keseluruhan membukukan laba Rp1,65 triliun pada 2024.
Jakarta, 18 Februari 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa hingga akhir Desember 2024, sebanyak 10 dari 97 perusahaan fintech Peer-to-Peer (P2P) lending atau pinjaman daring belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar, seperti yang diamanatkan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menjelaskan bahwa empat perusahaan dari sepuluh perusahaan tersebut sedang dalam proses pengajuan peningkatan modal. Sementara itu, perusahaan lainnya yang belum memenuhi ketentuan telah dikenai sanksi administratif sesuai peraturan yang berlaku. OJK juga meminta perusahaan-perusahaan tersebut untuk menyerahkan rencana aksi (action plan) guna memenuhi persyaratan permodalan.
Ketentuan Ekuitas Minimum dan POJK 40/2024
POJK Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) mengatur kewajiban pemenuhan ekuitas minimum secara bertahap. Tahap pertama, yang berlaku sejak POJK diundangkan, mengharuskan ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar. Tahap kedua, yang berlaku mulai 4 Juli 2025, menaikkan ekuitas minimum menjadi Rp12,5 miliar. Pasal 169 POJK tersebut secara jelas menguraikan ketentuan ini.
Selain ketentuan ekuitas, POJK 40/2024 juga mencakup langkah-langkah mitigasi risiko fraud. Regulasi ini bertujuan untuk meminimalkan peran penyelenggara pindar dalam mengelola dana pemberi dana (lender) dan memastikan transaksi langsung antara pemberi dan penerima dana (borrower). "Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan dapat memitigasi risiko fraud dan pemberi dana dapat melakukan pendanaan secara bijak dengan memperhatikan risk appetite yang dimiliki," ujar Agusman.
Kinerja Industri Fintech Lending dan Pengawasan OJK
Meskipun terdapat beberapa perusahaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum, industri fintech P2P lending secara keseluruhan menunjukkan kinerja positif. Pada akhir 2024, industri ini membukukan laba setelah pajak sebesar Rp1,65 triliun. Proyeksi rencana bisnis yang diajukan kepada OJK menunjukkan bahwa industri ini diprediksi akan tetap menguntungkan pada tahun 2025, meskipun masih menghadapi ketidakpastian ekonomi.
OJK juga secara aktif mengawasi penerapan batas maksimum manfaat ekonomi yang dikenakan oleh penyelenggara kepada penerima dana. Agusman menyatakan bahwa penyelenggara telah menyesuaikan suku bunga mereka sesuai dengan batas maksimal yang telah ditetapkan. "Penyesuaian batasan manfaat ekonomi diharapkan dapat menjaga pertumbuhan industri pindar ke depan sekaligus memastikan terjaganya pelindungan konsumen," tambahnya.
Kesimpulan
Kesimpulannya, meskipun terdapat 10 perusahaan fintech P2P lending yang belum memenuhi ekuitas minimum, OJK terus berupaya mengawasi dan mengatur industri ini untuk memastikan stabilitas dan perlindungan konsumen. Penerapan POJK 40/2024, termasuk ketentuan ekuitas minimum dan mitigasi risiko fraud, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri yang sehat dan berkelanjutan.