Advokat Gugat UU Mata Uang ke MK: Minta Rp1000 Disederhanakan Jadi Rp1
Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak menggugat UU Mata Uang ke Mahkamah Konstitusi, meminta penyederhanaan nominal Rp1000 menjadi Rp1 karena dinilai tidak efisien dan berdampak pada kesehatan mata.
Jakarta, 22 April 2025 - Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatannya, Zico meminta agar nominal Rp1000 disederhanakan menjadi Rp1. Gugatan ini didasari oleh pertimbangan efisiensi dan dampak kesehatan mata akibat banyaknya angka nol pada mata uang Rupiah.
Sidang pemeriksaan pendahuluan digelar pada Selasa di Jakarta. Kuasa hukum Zico, Putu Surya Permana Putra, menjelaskan bahwa banyaknya angka nol dalam mata uang rupiah dinilai tidak efisien. Pertimbangan ini merujuk pada praktik di beberapa negara lain yang telah memangkas angka nol pada mata uang mereka, sebagai indikator stabilitas ekonomi yang kuat. "Banyaknya angka nol yang terdapat dalam mata uang rupiah oleh Pemohon dinilai sebagai hal yang tidak efisien," ujar Putu, menyampaikan argumen kliennya.
Lebih lanjut, Putu menambahkan bahwa jumlah angka nol yang signifikan pada mata uang Rupiah juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan mata. Zico mengklaim mengalami kelelahan visual dan ketegangan otot mata akibat sering menghitung nominal uang Rupiah yang besar. Ia membandingkan pengalamannya bertransaksi di Singapura, di mana mata uangnya lebih sederhana dan mudah dihitung.
Dampak Negatif dan Gugatan Pasal UU
Zico berpendapat bahwa pasal yang digugat, yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c UU Mata Uang, menyebabkan kerugian baginya berupa penglihatan yang kabur. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk mengembangkan diri demi meningkatkan kualitas hidupnya. Ia berpendapat, penyederhanaan angka nol pada mata uang Rupiah akan memudahkan masyarakat dalam bertransaksi, meminimalisir penyakit mata, serta berdampak positif pada perekonomian.
Pasal 5 ayat (1) huruf c UU Mata Uang berbunyi "Ciri umum rupiah kertas … paling sedikit memuat: sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagai nilai nominalnya", sementara Pasal 5 ayat (2) huruf c berbunyi "Ciri umum rupiah logam … paling sedikit memuat: sebutan pecahan dalam angka sebagai nilai nominalnya." Zico memohon agar kedua pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagaimana nilai nominalnya yang telah disesuaikan dengan mengonversi angka Rp1.000 menjadi Rp1."
Melalui perkara Nomor 23/PUU-XXIII/2025, Zico berharap MK mengabulkan permohonan tersebut. Ia meyakini penyederhanaan ini akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Tanggapan Mahkamah Konstitusi
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, memberikan nasihat kepada Pemohon agar mempertimbangkan kembali legal standing-nya. Saldi meminta Zico untuk memperjelas bentuk kerugian atau potensi kerugian hak konstitusional atas pasal yang diuji. "Saya terus terang belum bisa teryakinkan dengan argumentasi legal standing itu, yang aktualnya saja belum teryakinkan apalagi yang potensialnya. Oleh karena itu, harus dicarikan argumentasi yang kuat untuk menjelaskan kerugian, setidak-tidaknya kerugian potensial selama kalau uang itu tidak dikurangi atau dihilangkan nolnya tiga," kata Saldi.
Gugatan ini menimbulkan perdebatan mengenai efisiensi dan dampak kesehatan mata akibat banyaknya angka nol pada mata uang Rupiah. Sidang selanjutnya akan menentukan nasib permohonan Zico untuk menyederhanakan nominal Rp1000 menjadi Rp1.
Proses hukum ini akan terus dipantau dan perkembangannya akan diinformasikan lebih lanjut.