Air Mata Menteri untuk Firly: Kasus UMKM yang Mengetuk Hati Bangsa
Kasus pengusaha mikro Firly Norachim yang terjerat hukum karena pelanggaran label pangan menyentuh hati Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, hingga meneteskan air mata dan mendorong revisi regulasi.
Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 15 Mei 2025 - Firly Norachim, pengusaha mikro di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, tengah menghadapi kasus pidana dengan ancaman 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar karena produknya tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa. Kasus ini bermula dari laporan seorang pembeli terhadap usaha mikro milik Firly dan istrinya, Mama Khas Banjar, yang telah beroperasi selama lima tahun. Permasalahan ini, yang bagi sebagian orang mungkin terkesan sepele, telah menyebabkan penutupan usaha tersebut pada 1 Mei 2025 dan menempatkan Firly sebagai terdakwa.
Namun, Firly dan istrinya, Ani, tidak menyerah. Mereka, bersama rekan-rekan pengusaha lainnya, berupaya memperjuangkan keadilan. Kasus ini pun menarik perhatian Komisi VII DPR RI dan Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, bahkan hadir langsung sebagai amicus curiae dalam persidangan Firly di Pengadilan Negeri Banjarbaru.
Persidangan berlangsung emosional, hingga Menteri Maman menitikkan air mata. Kehadiran beliau sebagai amicus curiae, pihak ketiga yang memberikan pendapat kepada pengadilan, menunjukkan keprihatinan mendalam pemerintah terhadap nasib pengusaha mikro di Indonesia. Air mata Menteri Maman menjadi simbol betapa pentingnya perlindungan dan pembinaan bagi pelaku UMKM di Indonesia.
Perlindungan bagi Pengusaha Mikro dan Kecil
Dalam persidangan, Menteri Maman menyatakan, “Kalau misalnya kita mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab dalam situasi ini … saya sampaikan, saya lah yang bertanggung jawab secara penuh.” Suaranya bergetar, air matanya jatuh, menunjukkan betapa beliau merasa bertanggung jawab atas nasib Firly dan pengusaha mikro lainnya. Beliau memohon kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan posisi pengusaha mikro dan kecil yang lebih membutuhkan pembinaan daripada hukuman penjara dan denda besar.
Menteri Maman menekankan bahwa hukuman berat justru dapat membunuh semangat kewirausahaan, bahkan menyebabkan ketakutan bagi calon pengusaha lainnya. Beliau meminta pembebasan Firly dan menawarkan pembinaan dari Kementerian UMKM agar usaha mikro lainnya dapat berbenah. Beliau juga mempertanyakan nasib “Firly-Firly” lainnya yang mungkin tidak mendapatkan perhatian sebesar ini.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan banyaknya PHK, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. UMKM menyerap tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap PDB nasional. Data Sakernas-BPS tahun 2024 mencatat lebih dari 56 juta UMKM (99,9 persen dari total pelaku usaha nasional), dengan usaha mikro mendominasi (96,84 persen). UMKM menyerap lebih dari 97 persen tenaga kerja nasional dan berkontribusi 61 persen terhadap PDB nasional.
Maman khawatir, jika Firly dihukum, akan menimbulkan dampak negatif yang masif terhadap para pelaku UMKM lainnya. Ketakutan akan sanksi pidana dapat menghambat pertumbuhan UMKM dan kontraproduktif terhadap tujuan pembangunan ekonomi nasional. Beliau berpendapat bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak tepat diterapkan pada kasus pengusaha mikro dan kecil, khususnya di bidang pangan, dan mencontohkan kasus pedagang ikan dan daging di pasar.
Regulasi Alternatif yang Lebih Tepat
Sebagai alternatif, Menteri Maman merekomendasikan penggunaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. UU Pangan dinilai lebih seimbang, memperhatikan keamanan pangan, perlindungan konsumen, dan keberpihakan pada pengusaha UMKM. UU ini berfokus pada pemenuhan persyaratan keamanan, mutu, dan gizi pangan serta peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan. Pasal 98 UU Pangan juga mengatur pembinaan pemerintah terhadap usaha mikro dan kecil dalam menerapkan ketentuan label pangan.
UU Pangan juga menerapkan sanksi administratif, bukan pidana, untuk pelanggaran ketentuan label pangan. Sanksi tersebut dapat berupa denda, penghentian sementara produksi, ganti rugi, atau pencabutan izin. Maman berharap majelis hakim membebaskan Firly dan menerapkan sanksi administratif, bukan pidana. Beliau juga berupaya meyakinkan Firly untuk tetap bersemangat dalam berwirausaha, bahwa kehadirannya di persidangan merupakan wujud dukungan negara terhadap pengusaha mikro.
Kasus Firly menjadi sorotan nasional, bukan hanya karena air mata seorang menteri, tetapi karena ia mewakili jutaan pengusaha mikro lainnya yang membutuhkan perlindungan dan pembinaan. Semoga putusan hakim nanti dapat memberikan keadilan dan menjadi momentum perbaikan regulasi untuk melindungi UMKM Indonesia.