AS Tergantung pada Komoditas RI: Kemenko Ekonomi Jajaki Solusi Win-Win
Kemenko Ekonomi ungkap ketergantungan AS pada komoditas Indonesia, utamanya kelapa sawit dan karet, mendorong negosiasi untuk solusi saling menguntungkan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengungkapkan ketergantungan Amerika Serikat (AS) yang cukup tinggi terhadap beberapa komoditas ekspor Indonesia. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi, dalam webinar OJK Institute di Jakarta, Kamis (15/5).
Edi menjelaskan, persentase pangsa ekspor komoditas Indonesia ke AS terhadap impor AS dari dunia mencapai lebih dari 30 persen untuk beberapa komoditas. Artinya, jika Indonesia menghentikan ekspor komoditas tersebut, AS akan kesulitan mencari alternatif sumber pasokan. "Artinya kalau produk ini tidak diekspor ke AS, mungkin AS juga akan kesulitan untuk mendapatkan alternatif sumber produk ini dari negara lain karena selama ini konsumen AS cukup tinggi bergantung pada beberapa produk Indonesia," ujar Edi.
Komoditas utama yang dimaksud meliputi minyak kelapa sawit dan fraksinya, asam lemak monokarboksilat industri, minyak asam dari pemurnian, alkohol lemak industri, mentega, lemak dan minyak kakao, serta kelompok karet alam, balata, getah perca, guayule, chicle, dan getah alam. Pemerintah Indonesia pun terus memantau 20 komoditas ekspor utama ke AS untuk mengantisipasi potensi dampak kebijakan tarif AS.
Negosiasi dengan AS: Mencari Solusi Saling Menguntungkan
Pemerintah Indonesia berupaya mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dengan AS dalam negosiasi yang sedang berlangsung. "Inilah yang sebenarnya menjadi dasar kita untuk mencari cara win-win solution. Kita tidak berharap kehilangan pasar di Amerika Serikat dan tentu Amerika Serikat juga tidak kehilangan mitra yang baik dengan Indonesia. Ini yang kita harapkan di dalam perundingan berjalan dengan sebaik-baiknya," jelas Edi.
Indonesia telah melakukan pertemuan dengan beberapa pimpinan pemerintah AS untuk menyampaikan proposal dan tawaran dagang, serta menyampaikan kebutuhan Indonesia. Pertemuan tersebut mendapat respon positif, dan pembahasan putaran pertama telah selesai. Putaran kedua perundingan diharapkan dapat dilakukan pada awal Juni mendatang.
Selain negosiasi, pemerintah juga memanfaatkan momentum ini untuk melakukan perbaikan kebijakan struktural. Pembentukan Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi Pemutusan Hubungan Kerja, serta Satgas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Berusaha, merupakan contoh nyata upaya tersebut.
Reformasi Kebijakan dan Diversifikasi Pasar
Edi menambahkan bahwa reformasi kebijakan bertujuan untuk memperbaiki iklim investasi dan kemudahan berusaha, sehingga perdagangan dan investasi dengan Indonesia semakin baik. Indonesia juga berupaya meningkatkan peluang kemitraan dengan negara lain.
Sebagai langkah antisipasi, Indonesia juga menjajaki peluang perluasan akses pasar ke negara lain. "Indonesia sebenarnya juga dapat mengalihkan komoditas ekspor ke negara lain. Inilah yang juga sedang kita jajaki untuk mendapatkan pasar dan meningkatkan juga ekspor ke negara lain," kata Edi.
Dengan demikian, pemerintah Indonesia mengambil langkah proaktif, baik melalui negosiasi langsung dengan AS maupun melalui strategi diversifikasi pasar dan reformasi kebijakan internal, untuk memastikan keberlanjutan ekspor komoditas andalan ke AS dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjaga hubungan dagang yang baik dengan AS sembari mengamankan kepentingan nasional.