Banda Aceh Butuh Armada Baru: 27 Mobil Sampah Mogok, Provinsi Diminta Bantu
Krisis armada pengangkut sampah di Banda Aceh mengancam kebersihan kota; 27 mobil mogok, DPRK minta bantuan Pemprov Aceh.
Kota Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh, tengah menghadapi permasalahan serius terkait pengelolaan sampah. Sebanyak 27 dari armada pengangkut sampah milik pemerintah kota dilaporkan mengalami kerusakan dan tidak dapat beroperasi. Hal ini terungkap setelah Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh melakukan peninjauan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gampong Jawa pada Kamis lalu. Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh, Royes Ruslan, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi ini dan mendesak adanya solusi segera.
Kondisi armada pengangkut sampah yang memprihatinkan ini berdampak langsung pada kebersihan kota. Dengan volume sampah yang mencapai 230 hingga 250 ton per hari, kemampuan pengangkutan sampah menjadi sangat terbatas. Akibatnya, potensi penumpukan sampah dan dampak negatif terhadap lingkungan serta kesehatan masyarakat semakin meningkat. Situasi ini memerlukan respons cepat dan terukur dari pemerintah daerah.
Menurut Royes Ruslan, dibutuhkan pengadaan mobil pengangkut sampah baru untuk mengatasi masalah ini. Namun, keterbatasan anggaran di Banda Aceh menjadi kendala utama. Oleh karena itu, DPRK Banda Aceh berharap pemerintah provinsi Aceh dapat memberikan bantuan untuk pengadaan armada baru. Permintaan bantuan ini didasarkan pada pentingnya menjaga kebersihan ibu kota provinsi dan dampak luas yang akan ditimbulkan jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut.
Kondisi Memprihatinkan Armada Sampah Banda Aceh
Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh, Royes Ruslan, menyatakan, "Saat ini kondisi mobil sudah sangat miris. Sebanyak 27 mobil sampah dalam kondisi mogok." Pernyataan ini disampaikan setelah beliau meninjau langsung kondisi armada pengangkut sampah di TPA Gampong Jawa. Kondisi tersebut menggambarkan betapa mendesaknya kebutuhan akan pengadaan mobil sampah baru di Banda Aceh.
Kerusakan yang dialami oleh 27 unit mobil sampah tersebut menunjukkan adanya permasalahan dalam perawatan dan pemeliharaan armada. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah kota untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Sistem perawatan dan pemeliharaan yang lebih baik perlu diimplementasikan agar masa pakai armada pengangkut sampah dapat lebih optimal.
DPRK Banda Aceh menekankan pentingnya peran pemerintah provinsi dalam membantu mengatasi masalah ini. Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi memiliki tanggung jawab bersama dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah provinsi sangat dibutuhkan untuk memastikan kelancaran pengelolaan sampah di kota ini.
Peran Pemerintah Provinsi Aceh
Royes Ruslan menegaskan bahwa dampak dari kemacetan pengangkutan sampah di Banda Aceh tidak hanya dirasakan oleh pemerintah kota saja, tetapi juga oleh pemerintah provinsi yang berkantor di kota tersebut. "Ini juga menjadi persoalan, karena untuk sementara Banda Aceh tidak bisa melakukan pengadaan mobil baru, kita meminta Pemerintah Provinsi Aceh juga bisa ikut membantu," ujarnya.
Beliau menambahkan, "Untuk itu, kita minta provinsi untuk sama-sama membantu Banda Aceh dalam hal bantuan pengadaan mobil sampah, jangan sampai macet." Pernyataan ini menunjukkan keseriusan DPRK Banda Aceh dalam mencari solusi atas permasalahan ini dan harapan akan adanya kolaborasi yang kuat antara pemerintah kota dan pemerintah provinsi.
Permintaan bantuan dari pemerintah provinsi ini didasarkan pada prinsip tanggung jawab bersama dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan di ibu kota provinsi. Kerja sama yang efektif antara pemerintah kota dan provinsi sangat penting untuk memastikan keberhasilan pengelolaan sampah di Banda Aceh.
Dinas Lingkungan Hidup Keindahan dan Kebersihan Kota Banda Aceh mencatat volume sampah di kota ini berkisar 230 hingga 250 ton per hari. Angka ini menunjukkan besarnya tantangan dalam pengelolaan sampah di Banda Aceh dan perlunya solusi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Ke depan, perlu adanya perencanaan yang matang dan terintegrasi dalam pengelolaan sampah di Banda Aceh, termasuk pengadaan armada pengangkut sampah yang memadai, sistem perawatan yang efektif, dan kerjasama yang baik antara pemerintah kota dan provinsi.