Banjir Bekasi: Belajar dari Kota Kuno hingga Tata Kota Modern
Banjir parah di Bekasi mendorong perlunya adaptasi sistem drainase modern yang terinspirasi dari peradaban kuno seperti Mohenjo-daro dan solusi inovatif dari kota-kota maju seperti Belanda dan Singapura.
Banjir besar yang melanda Bekasi akhir-akhir ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pengelolaan tata kota dan sistem drainase di Indonesia. Peristiwa ini, yang mengakibatkan genangan air setinggi langit-langit rumah dan kelumpuhan transportasi, terjadi karena berbagai faktor, termasuk kurangnya kapasitas drainase dan buruknya manajemen lingkungan. Artikel ini akan membahas solusi yang dapat diadopsi dari peradaban kuno dan kota-kota modern untuk mengatasi masalah banjir di Bekasi.
Sistem drainase bawah tanah yang canggih di kota-kota kuno seperti Mohenjo-daro dan Harappa, yang dibangun pada 2600-1900 Sebelum Masehi, memberikan inspirasi. Setiap rumah terhubung dengan saluran air yang terintegrasi dengan sistem drainase utama, menunjukkan pemahaman mendalam tentang pengelolaan air. Peradaban Romawi juga membangun Cloaca Maxima, saluran drainase yang masih berfungsi hingga kini. Belanda, dengan pengalamannya menaklukkan laut, juga memiliki sistem kanal dan polder yang efektif. Ironisnya, meskipun warisan keahlian ini pernah diterapkan di Indonesia, kota-kota modern seperti Bekasi justru menghadapi masalah banjir yang parah.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, menekankan pentingnya pengerukan sedimentasi sungai dan pembenahan infrastruktur setelah banjir surut. Namun, solusi jangka panjang memerlukan perubahan mendasar dalam tata kota. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, telah meminta operasi modifikasi cuaca (OMC), tetapi ini hanya solusi jangka pendek. Perencanaan kota yang lebih baik, mempertimbangkan daya tampung ekologis, sangatlah krusial.
Mengadopsi Sistem Drainase Modern
Bekasi, sebagai kota penyangga Jakarta, menghadapi beban berat akibat urbanisasi yang pesat tanpa perencanaan yang memadai. Ruang terbuka hijau menyusut, saluran air tidak mampu menampung curah hujan, dan banjir menjadi masalah tahunan. Kota-kota seperti Tokyo, dengan sistem drainase bawah tanahnya, dan Belanda, dengan konsep poldernya, menawarkan solusi yang dapat diadopsi. Singapura juga menerapkan mitigasi banjir dalam setiap proyek pembangunan.
Sistem drainase di Tokyo mampu menampung limpahan air hujan sebelum dialirkan ke sungai, sementara sistem polder di Belanda mengendalikan genangan tanpa merusak ekosistem. Singapura mengintegrasikan mitigasi banjir dalam setiap proyek pembangunan. Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara tersebut untuk menciptakan sistem drainase yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Tidak hanya infrastruktur, kebijakan yang tegas juga diperlukan. Izin pembangunan harus mempertimbangkan kapasitas drainase, dan daerah resapan air harus dilindungi dari pembangunan yang sembarangan. Pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan penyempitan saluran air dan memperparah masalah banjir.
Konsep Kota Spons dan Teknologi Smart City
Konsep kota spons, seperti yang diterapkan di Tiongkok, dapat diadopsi di Bekasi. Konsep ini menekankan pembangunan ruang terbuka hijau, taman kota yang menyerap air, dan danau buatan untuk menampung limpahan hujan. Regulasi ketat untuk melarang pembangunan di atas lahan resapan dan sempadan sungai juga perlu diterapkan.
Perbaikan sistem drainase secara komprehensif, termasuk pengerukan sungai secara rutin dan pembangunan drainase berbasis gravitasi, juga penting. Penerapan teknologi smart city, seperti sistem peringatan dini berbasis data dan sensor untuk mendeteksi kenaikan debit air, dapat membantu mengantisipasi banjir.
Namun, perubahan mentalitas masyarakat juga sangat penting. Kesadaran akan pentingnya pengelolaan lingkungan harus ditanamkan sejak dini. Kebijakan berbasis insentif dan disinsentif, serta kampanye edukasi yang masif, dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat.
Kesimpulan
Mengatasi masalah banjir di Bekasi memerlukan pendekatan terpadu yang mencakup perbaikan infrastruktur, kebijakan yang tegas, penerapan teknologi modern, dan perubahan perilaku masyarakat. Dengan belajar dari sejarah dan pengalaman kota-kota lain, Bekasi dapat membangun sistem drainase yang lebih efektif dan berkelanjutan, menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi warganya. Sejarah peradaban kuno dan kemajuan teknologi modern dapat menjadi inspirasi untuk membangun masa depan yang lebih baik.