Bea Cukai Madura Bebaskan Produsen Rokok Ilegal Setelah Bayar Denda Rp49 Juta
Seorang produsen rokok ilegal di Pamekasan, Madura, dibebaskan Bea Cukai setelah memilih jalur denda sebesar Rp49.147.000, daripada menghadapi ancaman hukuman penjara 5 tahun.
Pamekasan, 29 April 2025 - Kantor Bea Cukai Madura membebaskan seorang tersangka produsen rokok ilegal yang sebelumnya ditangkap oleh Polres Pamekasan. Pembebasan ini terjadi setelah tersangka memilih untuk membayar denda tiga kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayarkan, sebagai bagian dari penerapan ultimum remedium dalam sistem hukum Indonesia. Kejadian ini bermula dari penangkapan oleh pihak kepolisian di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Pamekasan.
Humas Bea Cukai Madura, Megatruh, menjelaskan bahwa dalam kasus pelanggaran kepabeanan, terdapat dua pola penanganan: jalur pengadilan atau jalur pembayaran denda. Tersangka, yang ditangkap pada 27 April 2025, memilih jalur kedua, membayar denda sebesar Rp49.147.000. Dengan pilihan ini, tersangka terhindar dari ancaman hukuman penjara selama 5 tahun yang seharusnya dihadapi jika kasusnya dibawa ke pengadilan.
Pemilihan jalur ultimum remedium ini memberikan alternatif bagi pelanggar untuk menyelesaikan kasus tanpa melalui proses peradilan yang panjang dan rumit. Namun, konsekuensinya adalah pembayaran denda yang cukup besar, tiga kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayarkan. Hal ini menjadi pertimbangan penting bagi para pelaku usaha untuk mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Penangkapan Produsen Rokok Ilegal di Pamekasan
Penangkapan produsen rokok ilegal ini berawal dari informasi masyarakat kepada pihak kepolisian. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan penggerebekan di sebuah rumah di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur. Dalam penggerebekan tersebut, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk rokok ilegal merek Stigma dan berbagai alat produksi.
Kasat Reskrim Polres Pamekasan, AKP Doni Setiawan, merinci barang bukti yang disita, antara lain 1 kardus rokok batangan merek Stigma, 1 bendel prada grenjeng, 2 bendel lidah bungkus rokok, 1 bendel e-tiket Stigma, 52 pcs e-tiket kosong siap pakai, 1 slop pembungkus rokok, 1 karung e-tiket merek HYS, 1 karung HYS merk Newhummer, dan 1 karung e-tiket merek Surya Jaya. Pemilik usaha rokok ilegal, MH (28), kemudian diserahkan kepada Kantor Bea Cukai Madura untuk proses hukum selanjutnya.
Proses penangkapan ini menunjukkan kesigapan aparat penegak hukum dalam menanggapi laporan masyarakat dan memberantas peredaran rokok ilegal. Kerja sama antara kepolisian dan Bea Cukai dalam kasus ini juga patut diapresiasi, karena menunjukkan sinergi yang baik dalam penegakan hukum.
Penjelasan Mengenai Ultimum Remedium dan Sanksi Pelanggaran Kepabeanan
Megatruh menjelaskan lebih lanjut tentang konsep ultimum remedium dalam konteks pelanggaran kepabeanan. Ultimum remedium, yang berarti jalan terakhir, diterapkan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk memperbaiki kesalahannya dengan membayar denda. Hal ini sebagai alternatif dari proses hukum di pengadilan yang lebih panjang dan berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pelanggar.
Penerapan sanksi pelanggaran kepabeanan, menurut Megatruh, memiliki dua pola: jalur pengadilan dan jalur pembayaran denda. Pemilihan jalur mana yang akan ditempuh sepenuhnya tergantung pada tersangka. Dalam kasus ini, tersangka memilih jalur pembayaran denda, yang mengharuskannya membayar tiga kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayarkan.
Meskipun tersangka dibebaskan setelah membayar denda, kasus ini tetap menjadi pembelajaran penting bagi pelaku usaha di bidang rokok. Penting untuk selalu mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku untuk menghindari sanksi hukum yang lebih berat.
Dengan demikian, kasus ini menunjukkan adanya alternatif penyelesaian kasus pelanggaran kepabeanan melalui jalur ultimum remedium, memberikan pilihan kepada tersangka untuk menghindari proses pengadilan dengan membayar denda yang cukup besar. Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang cukai.