BI Suntik Dana Rp370,6 Triliun untuk Dorong Kredit Sektor Prioritas
Bank Indonesia (BI) telah memberikan insentif sebesar Rp370,6 triliun hingga minggu kedua April 2025 untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor-sektor prioritas ekonomi nasional.
Bank Indonesia (BI) telah menyalurkan insentif senilai Rp370,6 triliun melalui program Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) hingga minggu kedua April 2025. Dana tersebut disalurkan kepada bank-bank yang aktif memberikan kredit pada sektor-sektor prioritas ekonomi Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan April 2025 di Jakarta.
Angka Rp370,6 triliun ini menunjukan peningkatan yang signifikan sebesar Rp78,3 triliun dibandingkan dengan minggu keempat Maret 2025 yang tercatat sebesar Rp292,3 triliun. Peningkatan ini sejalan dengan upaya BI untuk terus mendorong pertumbuhan kredit perbankan guna menopang perekonomian nasional. "Bank Indonesia terus mendorong implementasi penguatan KLM untuk mendukung pertumbuhan kredit perbankan," tegas Gubernur BI.
Kebijakan ini juga mencakup peningkatan insentif KLM yang berlaku sejak 1 April 2025. Sebelumnya, insentif KLM maksimal 4 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), kini ditingkatkan menjadi hingga 5 persen. Kenaikan ini memberikan dampak positif, terutama pada sektor perumahan yang mengalami peningkatan insentif sebesar Rp84,0 triliun sejak implementasi kebijakan baru.
Distribusi Insentif KLM
Insentif KLM yang mencapai Rp370,6 triliun tersebut didistribusikan kepada berbagai kelompok bank. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerima Rp161,7 triliun, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) menerima Rp167,4 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) menerima Rp35,7 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) menerima Rp5,8 triliun. Pembagian ini mencerminkan komitmen BI untuk merangsang pertumbuhan kredit secara merata di berbagai segmen perbankan.
Pemberian insentif ini difokuskan pada sektor-sektor prioritas yang dinilai krusial bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor-sektor tersebut antara lain pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau. Dengan demikian, insentif KLM diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
BI juga mencatat pertumbuhan kredit perbankan yang tetap positif, meskipun mengalami sedikit penurunan. Pada Maret 2025, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 9,16 persen year on year (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan 10,30 persen (yoy) pada Februari 2025. Pertumbuhan kredit investasi masih tergolong tinggi, mencapai 13,36 persen (yoy), sementara pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 9,32 persen (yoy) dan 6,51 persen (yoy).
Analisis Pertumbuhan Kredit
Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit (lending standard) dan kondisi likuiditas masih dinilai memadai. Namun, beberapa bank mulai menghadapi tantangan dalam meningkatkan pendanaan, baik dari DPK maupun sumber lainnya, untuk penyaluran kredit. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama didorong oleh sektor industri, pertambangan, dan jasa sosial. Sementara itu, kontribusi pertumbuhan kredit pada sektor konstruksi dan perdagangan masih terbatas.
Pertumbuhan pembiayaan syariah juga menunjukkan tren positif, mencapai 9,18 persen (yoy). Kredit UMKM juga tumbuh sebesar 1,95 persen (yoy). Data ini menunjukkan bahwa program KLM telah memberikan dampak positif pada berbagai sektor, meskipun tantangan masih tetap ada. BI akan terus memantau dan mengevaluasi dampak kebijakan ini serta melakukan penyesuaian jika diperlukan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Secara keseluruhan, kebijakan insentif KLM yang digulirkan BI menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kredit perbankan di sektor-sektor prioritas. Meskipun terdapat tantangan, data yang ada menunjukkan dampak positif dari kebijakan ini terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.