Pelatihan Pranatacara Budaya Jawa di Bantul Dihentikan Sementara Akibat Efisiensi Anggaran
Dinas Kebudayaan Bantul terpaksa meniadakan pelatihan pranatacara dan mengurangi fasilitasi Merti Dusun di tahun 2025 karena pengurangan anggaran yang signifikan.

Bantul, 12 Maret 2024 - Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), membuat keputusan yang mengejutkan terkait program tahun anggaran 2025. Mereka resmi meniadakan pelatihan pranatacara atau pembawa acara dalam budaya Jawa. Keputusan ini diambil sebagai dampak dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang cukup drastis. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana kelanjutan pelestarian budaya Jawa di Bantul?
Kepala Dinas Kebudayaan Bantul, Yanatun Yunadiana, menjelaskan kebijakan ini dalam konferensi pers di Bantul, Rabu lalu. Ia menyatakan bahwa beberapa kegiatan terpaksa dihentikan, termasuk pawiyatan pranatacara yang selama ini menjadi program unggulan. Program ini sangat dinantikan masyarakat karena mengajarkan berbagai hal penting terkait budaya Jawa, mulai dari tata cara penggunaan pakaian adat hingga teknik menjadi pembawa acara dalam berbagai upacara adat, hajatan, dan pemakaman.
"Kita memang ada beberapa kegiatan yang kita tiadakan, kegiatan yang kita hilangkan itu yang sifatnya dari kita sendiri bukan dari provinsi seperti pawiyatan pranatacara," ungkap Yanatun Yunadiana. Pengurangan anggaran ini berdampak signifikan pada sejumlah program pelestarian budaya di Bantul.
Efisiensi Anggaran: Dampak pada Pelatihan Pranatacara dan Merti Dusun
Penghentian pelatihan pranatacara merupakan pukulan telak bagi upaya pelestarian budaya Jawa di Bantul. Selama ini, pelatihan tersebut menjadi wadah penting bagi masyarakat untuk mempelajari dan melestarikan tradisi Jawa. Meskipun demikian, Dinas Kebudayaan Bantul menegaskan bahwa masyarakat tetap dapat belajar menjadi pembawa acara Jawa secara mandiri atau melalui proses belajar dari pengalaman.
Tidak hanya pelatihan pranatacara yang terkena dampak efisiensi anggaran. Fasilitasi kegiatan Merti Dusun, tradisi masyarakat yang sudah turun temurun, juga mengalami pengurangan yang signifikan. Merti Dusun, yang biasanya melibatkan arak-arakan hasil pertanian dan berbagai perlombaan, kini hanya akan difasilitasi untuk beberapa kegiatan yang bersifat wajib.
"Kalau untuk event budaya seperti Merti Dusun itu fasilitasi dari Dinas Kebudayaan masih ada, akan tetapi kita kurangi cukup signifikan juga. Jadi, program dan kegiatan masih, tetapi volume atau sasaran kita kurangi," jelas Yanatun Yunadiana. Pengurangan ini jelas berdampak pada partisipasi masyarakat dan kelangsungan tradisi Merti Dusun itu sendiri.
Pada tahun lalu, fasilitasi Merti Dusun mencapai puluhan kali kegiatan di berbagai pedukuhan. Namun, pada tahun anggaran 2025, hanya beberapa kegiatan Merti Dusun yang dianggap wajib yang akan mendapatkan fasilitasi dari Dinas Kebudayaan.
Anggaran Berkurang Signifikan: Tantangan Pelestarian Budaya
Yanatun Yunadiana menjelaskan bahwa pengurangan anggaran di Dinas Kebudayaan Bantul sangat signifikan. Anggaran yang sebelumnya mencapai Rp17 miliar, kini hanya tersisa Rp9 miliar. Pengurangan sebesar Rp8 miliar ini memaksa Dinas Kebudayaan untuk melakukan efisiensi dan memprioritaskan program-program tertentu.
"Jadi, dampaknya cukup signifikan karena pengurangan anggaran di Dinas Kebudayaan juga cukup signifikan, dari sebelumnya totalnya sebesar Rp17 miliar, tahun ini menjadi sebesar Rp9 miliar," tegasnya. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya dukungan terhadap pelestarian budaya Jawa di Bantul di masa mendatang.
Meskipun demikian, Dinas Kebudayaan Bantul tetap berkomitmen untuk melestarikan budaya Jawa. Mereka akan berupaya mencari solusi alternatif dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengatasi tantangan yang dihadapi. Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya Jawa.
Ke depan, Dinas Kebudayaan Bantul perlu memikirkan strategi baru untuk mendukung pelestarian budaya Jawa dengan anggaran yang lebih terbatas. Kolaborasi dengan pihak swasta atau komunitas budaya mungkin menjadi solusi yang perlu dipertimbangkan.