BMKG Imbau Waspada Cuaca Ekstrem di Sumatera Barat Saat Puncak Musim Hujan
BMKG Stasiun Meteorologi Minangkabau meminta masyarakat Sumatera Barat meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi selama puncak musim hujan di bulan Maret dan November.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Sumatera Barat, mengeluarkan imbauan penting bagi masyarakat setempat. Imbauan tersebut terkait potensi cuaca ekstrem yang perlu diwaspadai selama puncak musim hujan, khususnya pada bulan Maret 2024. Peringatan ini disampaikan menyusul beberapa kejadian bencana hidrometeorologi baru-baru ini di beberapa wilayah Sumatera Barat.
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan, menyampaikan peringatan ini pada Selasa lalu di Padang. Beliau menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat, terutama selama bulan Maret, bertepatan dengan bulan Ramadan, di mana potensi cuaca ekstrem meningkat. Peringatan ini juga disampaikan sebagai antisipasi terhadap potensi bencana yang mungkin terjadi.
Beberapa daerah di Sumatera Barat telah merasakan dampak cuaca ekstrem. Sebagai contoh, Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, baru-baru ini dilanda banjir dan tanah longsor pada tanggal 27 Februari 2024. Kejadian ini menjadi pengingat nyata akan bahaya cuaca ekstrem yang mengancam wilayah tersebut.
Waspada Cuaca Ekstrem dan Bencana Hidrometeorologi
BMKG mencatat intensitas curah hujan di beberapa kabupaten di Sumatera Barat telah mencapai kategori ekstrem, di atas 100 milimeter. Kabupaten Limapuluh Kota dan Dharmasraya menjadi contoh daerah yang terdampak. Kondisi ini diperparah oleh dinamika atmosfer di Sumatera Barat yang tergolong dinamis, dengan adanya belokan atau konvergensi angin yang memicu pembentukan awan konvektif.
Kondisi atmosfer yang dinamis ini berpotensi menciptakan awan cumulonimbus. Awan cumulonimbus inilah yang dapat menyebabkan hujan lebat hingga ekstrem, disertai angin puting beliung, petir, dan bahkan hujan es. "Awan cumulonimbus ini bisa menciptakan hujan lebat hingga ekstrem, angin puting beliung, petir hingga hujan es," jelas Deddy Kurniawan.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan. Cuaca ekstrem berpotensi memicu berbagai bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan bencana lainnya. Imbauan ini terutama ditujukan kepada masyarakat yang bermukim di daerah rawan bencana.
Masa Transisi dan Ancaman Penyakit
BMKG juga mengingatkan bahwa periode Maret-April merupakan masa transisi atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Pada masa pancaroba ini, cuaca cenderung sangat dinamis dan tidak menentu. Masyarakat diminta tetap waspada, tidak hanya terhadap bencana hidrometeorologi, tetapi juga terhadap potensi munculnya berbagai penyakit yang seringkali muncul pada masa transisi musim.
Secara klimatologi, Sumatera Barat memiliki dua puncak musim hujan dalam setahun, yaitu Maret dan November. Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem perlu ditingkatkan tidak hanya di bulan Maret, tetapi juga pada bulan November mendatang. Masyarakat diimbau untuk selalu memantau informasi cuaca terkini dari BMKG dan mengikuti arahan dari pihak berwenang.
Selain itu, penting bagi masyarakat untuk melakukan langkah-langkah mitigasi bencana, seperti membersihkan saluran air, menebang pohon yang rawan tumbang, dan mempersiapkan diri menghadapi potensi bencana. Kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci utama dalam menghadapi potensi cuaca ekstrem dan meminimalisir dampak bencana hidrometeorologi.
Dengan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan, diharapkan masyarakat Sumatera Barat dapat menghadapi puncak musim hujan dengan lebih aman dan mengurangi risiko kerugian akibat cuaca ekstrem.