Bos Lawu Agung Mining Didakwa TPPU dari Korupsi Nikel: Mobil Mewah hingga Rp1,7 Miliar Disita
Pemilik PT Lawu Agung Mining, Windu Aji Sutanto, didakwa melakukan TPPU dari hasil korupsi penjualan bijih nikel ilegal di Sulawesi Tenggara, termasuk pembelian mobil mewah dan penerimaan uang Rp1,7 miliar.
Jakarta, 5 Maret 2024 - Pemilik PT Lawu Agung Mining, Windu Aji Sutanto, didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dakwaan tersebut terkait dengan hasil korupsi penjualan bijih nikel ilegal dari wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk. di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Kasus ini melibatkan juga pelaksana lapangan PT Lawu Agung Mining, Glenn Ario Sudarto, yang didakwa atas tuduhan yang sama. Modus operandi yang digunakan melibatkan pemalsuan dokumen dan penggunaan rekening fiktif untuk menyembunyikan jejak uang hasil kejahatan.
Jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Windu Aji menggunakan uang hasil korupsi untuk membeli sejumlah aset mewah, termasuk mobil Toyota Land Cruiser, Mercedes Benz Maybach, dan Toyota Alphard. Selain itu, ia juga menerima transfer uang tunai sebesar Rp1,7 miliar. Uang tersebut diduga berasal dari penjualan bijih nikel yang seharusnya menjadi milik PT Antam Tbk. Terdakwa mengetahui atau setidaknya patut menduga bahwa harta kekayaannya berasal dari tindak pidana korupsi.
Sidang pembacaan dakwaan ini menandai babak baru dalam kasus korupsi penjualan bijih nikel yang telah menjerat Windu Aji dan Glenn sebelumnya. Keduanya telah divonis dalam kasus korupsi tersebut, dengan Windu Aji dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan Glenn 7 tahun penjara, serta denda masing-masing Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dakwaan TPPU ini menunjukkan upaya penegak hukum untuk menelusuri dan menyita aset-aset yang diperoleh dari hasil kejahatan tersebut.
Kronologi Pencucian Uang dari Hasil Korupsi Nikel
PT Lawu Agung Mining, perusahaan swasta yang bergerak di bidang penunjang pertambangan, terlibat dalam Kerja Sama Operasi Mandiodo-Tapunggaya-Tapuemea (KSO MTT) yang memiliki kontrak dengan PT Antam Tbk. untuk pengelolaan pertambangan di Blok Mandiodo-Tapunggaya-Tapuemea. Meskipun Glenn hanya sebagai pelaksana lapangan, ia memainkan peran kunci dalam penambangan, pengangkutan, dan penjualan bijih nikel secara ilegal.
Glenn secara ilegal menjual bijih nikel dari lahan PT Antam Tbk. Untuk mengaburkan asal-usul bijih nikel tersebut, ia membeli dokumen PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) dan PT Tristaco Mineral Makmur (TTM) dengan harga 3-5 dolar AS per metrik ton. Dokumen palsu ini digunakan untuk seolah-olah bijih nikel berasal dari WIUP PT KKP dan PT TMM, sehingga dapat dijual secara legal ke pihak lain.
Untuk menampung hasil penjualan, Glenn meminta Tan Lie Pin, salah satu pemilik PT Lawu Agung Mining, untuk membuka rekening bank atas nama Supriono dan Opah Erlangga Pratama, keduanya karyawan office boy di Lawu Tower. Uang hasil penjualan bijih nikel kemudian ditransfer ke rekening tersebut, lalu sebagian ditarik tunai dan sebagian ditransfer ke rekening PT Lawu Agung Mining.
Total uang yang masuk ke rekening Supriono dan Opah Erlangga Pratama mencapai Rp135.836.898.026,00. Sebagian besar uang tersebut kemudian ditarik dan sebagian ditransfer ke rekening PT Lawu Agung Mining, yaitu sebesar Rp64.867.702.716,74 dan Rp160.515.500,06. Windu Aji menggunakan sebagian uang ini untuk kepentingan pribadinya, termasuk pembelian mobil mewah.
Bukti dan Dakwaan
Jaksa mendakwa Windu Aji melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Glenn didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang yang sama jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bukti-bukti yang diajukan jaksa meliputi transaksi keuangan, dokumen kepemilikan aset, dan kesaksian para saksi. Kasus ini menunjukkan kompleksitas tindak pidana pencucian uang yang seringkali terkait dengan kejahatan korupsi. Proses hukum selanjutnya akan menentukan nasib kedua terdakwa dalam kasus TPPU ini.
Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan pencucian uang serta mengembalikan aset-aset negara yang telah dikorupsi.